Senin, 18 April 2011

Kisah Bidadari Surga

Namanya Aini. begitu ummi biasa memanggilnya. Salah satu "adik" terbaik yang pernah ummi miliki, yang pernah ummi temui dan alhamdulillah Allah pertemukan ummi dengannya.

Seharusnya 20 Nopember nanti genap ia menginjak usia 37 tahun. Beberapa tahun bersamanya, banyak contoh yang bisa ummi ambil darinya. Kedewasaan sikap, keshabaran, keistiqomahan, dan pengabdian yang luar biasa meretas jalan dakwah ini. Seorang muharrik dakwah yang tangguh dan tak pernah menyerah. Sosok yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah putus asa dan memiliki khusnuzon yang teramat tinggi kepada Allah. Dan dia adalah salah satu amanah ummi terberat, ketika memang harusnya ia sudah memasuki sebuah jenjang pernikahan.

Ketika beberapa akhwat lain yang lebih muda usianya melenggang dengan mudahnya menuju jenjang tersebut, maka Aini ,Allah taqdirkan harus terus meretas kesabaran. Beberapa kali ummi berikhtiar membantunya menemukan ikhwan shalih, tetapi ketika sudah memulai setengah perjalanan proses..Allah pun berkehendak lain. Namun begitu, tidak pernah ada protes yang keluar dari lisannya, tidak juga ada keluh kesah, atau bahkan mempertanyakan kenapa sang ikhwan begitu " lemahnya " hingga tidak mampu menerjang berbagai penghalang ? Atau ketika masalah fisik, suku, serta terlebih usia yang selalu menjadi kendala utama seorang ikhwan mengundurkan diri , Aini pun tidak pernah mempertanyakan atau memprotes " kenapa ikhwan sekarang seperti ini ?

Tidak ada gurat sesal, kecewa, atau sedih pada raut muka ataupun tutur katanya. Kepasrahan dan keyakinan terhadap kehendak Allah begitu indah terlukis dalam dirinya.

Hingga, akhirnya seorang ikhwan shalih yang dengan kebaikan akhlak serta ilmunya, datang dan berkenan untuk menjadikannya seorang pendamping. Tidak ada luapan euphoria kebahagiaan yang ia tampakkan selain ucapan singkat yang penuh makna "Alhamdulillah..jazakillah
ummi sudah membantu...mohon doa agar diridhai Allah "

Alhamdulillah , Allah mudahkan proses ta’arauf serta khitbah mereka, tanpa ada kendala apapun seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Padahal ikhwan shalih yang Allah pilihkan tersebut berusia 8 tahun lebih muda dari usianya.

Berkomitmen pada sunnah Rasulullah untuk menyegerakan sebuah pernikahan, maka rencana akad pun direncanakan 1 bulan kemudian, bertepatan dengan selesainya adik sang ikhwan menyelesaikan studi di negeri Mesir.

Namun , Allah lah Maha Sebaik-baik Pembuat keputusan..

2 minggu menjelang hari pernikahan, sebuah kabar duka pun datang. Usai Aini mengisi sebuah ta’lim , motor yang dikendarainya terserempet sebuah mobil, dan menabrak kontainer didepannya. Aini shalihah pun harus meregang nyawa di ruang ICU. 2 hari setelah peristiwa itu, Rumah sakit yang menanganinya pun menyatakan menyerah. Tidak sanggup berbuat banyak karena kondisinya yang begitu parah.

Hanya iringan dzikir disela-sela isak tangis kami yang berada disana. Semua keluarga Aini juga sang ikhwan pun sudah berkumpul. Mencoba menata hati bersama untuk pasrah dan bersiap menerima apapun ketentuanNya. Kami hanya terus berdoa agar Allah berikan yang terbaik dan terindah untuknya. Hingga sesaat, Allah mengijinkan Aini tersadar dan menggerakkan jemarinya. Rabb..sebait harapan pun kembali kami rajut agar Allah berkenan memberikan kesembuhan, walau harapan itu terus menipis seiring kondisinya yang semakin melemah. Hingga kemudian sang ikhwan pun mengajukan sebuah permintaan kepada keluarga Aini.

" Ijinkan saya untuk membantunya menggenapkan setengah Dien ini. Jika Allah berkehendak memanggilnya, maka ia datang menghadap Allah dalam keadaan sudah melaksanakan sunnah Rasulullah..."

Permintaan yang membuat kami semua tertegun. Yakinkah dia dengan keputusannya ?

Dalam kedaaan demikian , akhirnya 2 keluarga besar itupun sepakat memenuhi permintaan sang ikhwan.

Sang bunda pun membisikkan rencana tersebut di telinga Aini. Dan baru kali itulah ummi melihat aliran airmata mengalir dari sepasang mata jernihnya.

Tepat pukul 16.00, dihadiri seorang penghulu,orangtua dari 2 pihak, serta beberapa sahabat dan dokter serta perawat...pernikahan yang penuh tangis duka itupun dilaksanakan. Tidak seperti pernikahan lazimnya yang diiringi tangis kebahagiaan, maka pernikahan tersebut penuh dengan rasa yang sangat sulit terlukiskan. Khidmat, sepi namun penuh isakan tangis kesedihan.

Tepat setelah ijab kabul terucap...sang ikhwan pun mencium kening Aini serta membacakan doa diatas kain perban putih yang sudah berganti warna menjadi merah penuh darah yang menutupi hampir seluruh kepala Aini. Lirih, kami pun masih mendengar Aini berucap, " Tolong Ikhlaskan saya....."

Hanya 5 menit. Ya..hanya 5 menit setelah ijab kabul itu. Tangisanpun memecah ruangan yang tadinya senyap menahan sesak dan airmata. Akhirnya Allah menjemputnya dalam keadaan tenang dan senyum indah.

Dia telah menjemput seorang bidadari...

Sungguh indah karunia dan janji yang telah Allah berikan padanya...

Dia memang hanya pantas untuk para mujahidNya di Jannah al firdausi....

Dan sang ikhwan pun melepas dengan penuh sukacita dengan iringan tetes airmata yang tidak kuasa ditahannya...

" ..Saya telah menikahi seorang bidadari.. nikmat mana lagi yang saya dustakan..."

Begitulah sang ikhwan shalih mengutip ayat Ar RahmanNya...

Ya Rabb..Engkau sebaik-baik pembuat skenario kehidupan hambaMu..Maka jadikanlah kami senantiasa dapat memngambil hikmah dari setiap episode kehidupan yang Engkau berikan...

Selamat jalan adikku sayang ...engkau memang bidadari surga yang Allah tidak berkenan seorang ikhwan pun didunia ini yang bisa mendampingi kehidupanmu kecuali para ikhwan shalih yang berkhidmat di jalan dakwah dengan ikhlas, tawadhu dan siap berjihad dijalanNya dan kelak menutup mata sebagai seorang syuhada...."

Selamat jalan Aini..semoga Allah memberimu tempat terindah di surgaNya....Semoga Allah kumpulkan kita kelak didalam surgaNya...amiin)
Sumber: http://www.facebook.com/notes.php?id=30172937626

Sabtu, 02 April 2011

Tanda Cinta Sejati

Apa buktinya kalo kamu cinta kepada ortumu? Kamu pasti dengan mudah akan menjawabnya: “aku akan tunjukkin dengan taat kepada mereka, menghormati mereka, dan melakukan apa yang diperintahkan mereka.” Yup, itu tanda cinta. Seseorang yang mencintai seseorang lainnya akan mudah untuk berusaha menunjukkan bukti kecintaannya dengan perilaku yang menyenangkan bagi yang dicintainya. Itu sebabnya, tanda cinta itu penting jika kita memang menghargai apa yang kita cintai. Tapi tanda cinta tak lagi begitu penting ketika cinta tak lagi menjadi bagian yang kita hargai. Semua tergantung cara pandang kita.

Jujur saja sobat, cerita bertabur keromantisan sering membuat kita bertenaga. Hidup rasanya dapat tambahan darah segar. Nafas baru dan semangat menggelora. Rasa-rasanya dunia adalah milik kita, yang sedang dimabuk cinta dan dibakar api asmara. Kita jadi ngedadak ‘lupa diri’, dan kita menjadikan orang yang kita cintai sebagai dewi or pangeran pujaan hati. Kita bersedia berkorban dan menjadi bagian dari hidupnya. Sehari saja tak jumpa dan komunikasi, rasanya hati kita jadi dingin dan beku. Tapi, ketika rindu itu terpuaskan, dinding es yang kokoh menyelimuti hati kita pun perlahan mencair (suit..suit.. swiiw!)

Saking terpengaruhnya dengan cerita Romeo and Juliet, waktu SMP saya sering berkhayal bisa bacain puisi hasil karya saya (yang seadanya itu) di bawah jendela kamar rumah teman wanita saya. Tapi, itu nggak terjadi, karena cuma khayalan belaka. Bang Boim Lebon, pengarang serial Lupus Kecil waktu sama-sama ‘manggung’ dengan saya pernah cerita kepada peserta bedah buku Jangan Nodai Cinta bahwa ketika doi SMA sempat pdkt ke lawan jenis dengan menjatuhkan sapu tangan. Ya, seperti di film-film percintaan, gitu. Padahal sapu tangan biasanya dipake untuk ngelap mulut sehabis makan, atau menyeka keringat di wajah, tapi bisa berubah fungsi jadi alat untuk menarik perhatian lawan jenis. Sapu tangan bisa bernilai romantis juga ya? Ya, setidaknya itu yang diceritakan Bang Boim Lebon. Ehm (meski pdktnya gagal karena dicuekkin sang gadis incerannya, kasihan deh luh—maaf lho Bang Boim)

Cari perhatian

Boys and gals, tanda orang jatuh cinta tuh yang paling mudah dideteksi adalah perhatiannya yang berlebih kepada orang yang dicintainya. Betul apa betul?

Menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam buku keren beliau tentang cinta: Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin (Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu), dituliskan bahwa salah satu ciri orang yang sedang jatuh cinta, ia pasti akan terus menyebut nama kekasihnya. Setiap saat, di mana pun. Nama kekasihnya seperti jampi-jampi ampuh untuk menenangkan batinnya yang galau dan hatinya yang dilanda rindu.

Kenapa bisa begitu? Karena cinta konon kabarnya mengandung segala perasaan indah tentang kebahagiaan (happiness), menyenangkan (comfort), kepercayaan (trust), persahabatan (friendship), dan kasih-sayang (affection).

Menurut R. Graves dalam The Finding of Love, cinta adalah sesuatu yang dapat mengubah segalanya sehingga terlihat indah. Jalaluddin Rumi juga pernah bersyair: “Karena cinta, duri menjadi mawar. Karena cinta, cuka menjelma anggur segar…”. Itu sebabnya, nggak usah heran kalo naluri mencintai akan mendorong manusia untuk memenuhi keinginan cintanya itu. Orang yang jatuh cinta akan melakukan apa saja untuk menarik perhatian orang yang ia cintai (itu karena terlihat indah kali ye?).

Sobat muda muslim, saya juga pernah jatuh cinta. Ibnu Qayyim betul, waktu itu saya juga sering menyebut nama orang yang menjadi kekasih saya. Setelah saya mengkhitbah seorang gadis (yang sekarang jadi istri saya), namanya adalah nama yang sangat sering saya sebut. Ketika ngobrol dengan teman-teman soal akhwat, saya hampir selalu (dengan bangga) menyebutkan namanya. Seolah ingin pamer nama kekasih saya itu kepada teman-teman saya. Efeknya, saya juga merasa lebih tenang, lebih yakin, dan lebih percaya diri. Subhanallah. Bisa begitu ya?

Ngomong-ngomong tentang cinta, rasanya nggak adil deh kalo kita cuma berhenti pada level cinta antar manusia. Karena cinta itu sendiri bisa berarti luas, maka objek yang kita cintai juga luas. Itu sebabnya, Allah Swt. pun sangat layak untuk kita cintai. Sungguh sangat indah dan menyenangkan sekali bisa mencintai Sang Pemilik Cinta. Hebat sekali bukan? Keren, Bro!

Sayangnya, kok kayaknya sulit banget gitu lho untuk bisa mencintai Allah Ta’ala. Apa karena Allah Swt. tidak terlihat oleh mata kita? Ah, pernyataan ini bisa rontok dengan fakta bahwa banyak di antara kita yang jatuh cinta hanya dengan membaca tulisan orang lain di sebuah email dalam grup diskusi dunia maya, misalnya. Kita jatuh cinta kepada gaya bertuturnya yang ia tuliskan di email. Ketika kita tahu bahwa penulisnya adalah lawan jenis kita, maka ada dorongan-dorongan penasaran dari perasaan dalam hati kita untuk mencoba mencari tahu siapa dirinya. Kita telah jatuh cinta karena melihat keistimewaan yang ada pada teman diskusi kita itu. Meskipun kita belum pernah tahu wujudnya dalam sebuah foto sekali pun darinya. Hebat bukan?

Itu sebabnya, seharusnya kita juga bisa mencintai Allah Swt. sepenuh hati kita ketika kita melihat begitu banyak tanda-tanda kekuasaanNya. Kita bisa mengamati bagaimana langit yang begitu luas (lengkap dengan misteri dan keajaiban ruang angkasa yang sangat luas itu), ketika kita nonton tayangan dari Discovery Chanel tentang laut misalnya, rasanya pantas bibir kita terus bertasbih menyebut namaNya. Karena di kedalaman laut yang dingin, gelap dan sepi, masih ada makhluk Allah yang hidup di sana. Laut pun memiliki berjuta pesona yang rasanya tak mungkin meredam kekaguman kita kepada penciptanya, yakni Allah Swt. Begitu pun daratan, punya pesona tersendiri dari banyak penghuninya. Subhanallah, Dia memang telah memberikan begitu banyak tanda kekuasaanNya kepada kita. Jika kita masih belum ngeh, dan tak tergerak untuk bersujud, bertasbih dan mencintaiNya, rasanya nggak adil banget deh. Suwer!

Kalo dengan sang inceran kita biasa nyari-nyari perhatian, bisa curi pandang kalo kebetulan si dia ada di kelas, kenapa dengan Allah tidak bisa? Kalo dengan si dia yang udah mencairkan dinding es yang selama ini kita bangun, kita bisa begitu getol menjaga penampilan agar ia tetap merasa betah melihat kita, kenapa dengan Allah tidak bisa? Ah, rasanya nggak adil deh kalo njomplang begitu.

Memang sih, Allah Mahatahu apa yang kita lakuin, nggak perlu mencuri perhatianNya pun Allah tahu apa maksud kita. Ini sekadar ungkapan aja kalo kita pun bisa membuat Allah bahagia dengan apa yang kita perbuat. Aktivitas mulia penuh pahala dan taat syariatNya, udah cukup menarik perhatian Allah kepada kita untuk lebih sayang dan cinta kepada kita.

Oya, mencintai Allah tuh jauh lebih besar manfaat dan pahalanya ketimbang mencintai makhluk-makhlukNya. Karena apa? Karena Allah adalah Pemilik Cinta, dan sekaligus Pemberi Cinta kepada kita-kita sebagai makhlukNya. Bahkan Allah sudah memberikan sinyal kuat kepada kita dalam sebuah hadis Qudsy: “Kalau hambaKu mendekat sejengkal, Kusambut ia sehasta. Kalau ia mendekat sehasta, Kusambut ia sedepa. Kalau hambaKu datang padaKu berjalan, Kusambut ia dengan berlari…”

Duh, betapa begitu besar cinta Allah kepada kita, hambaNya. Tidakkah ini membuat cinta kita lebih besar lagi kepada Allah Swt.? Hmm…rasanya kita perlu berlari untuk mendekat kepadaNya. Subhanallah.

Rela berkorban

Satu tanda cinta adalah rela berkorban. Bahkan jika pengorbanan yang harus diberikan berupa nyawa. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Hai Nabi, kobarkanlah semangat kaum muk­minin untuk berperang” (QS al-Anfâl [8]: 65)

Sobat muda muslim, para ahli tafsir menghubungkan ayat ini dengan sebuah riwayat yang mengisahkan bahwa sebelum meletus Perang Badar al-Kubra, Rasulullah saw. telah bersabda:”Bersegeralah (ke suatu tempat) yang di situ kalian (dapat) meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” Maka Umair bin al-Humam bertanya, ‘Apakah benar luasnya seluas langit dan bumi?’ ‘Ya’, jawab Rasulullah, seraya ‘Umair berkata, ‘wah, wah, wah (hebat sekali).’ Maka Rasulullah saw. Kemudian berkata, ‘Apa yang mendorongmu berkata ‘wah, wah, wah’? Jawabnya, ‘Karena aku berharap menjadi penghuninya’. Maka Rasulullah bersabda, ‘Kamu pasti menjadi penghuninya.’ Kemudian laki-laki itu memecahkan sarung pedang lalu mengeluarkan beberapa butir kurma. Memakannya sebagian dan membuang sisanya seraya berkata, ‘Apabila aku masih hidup sampai aku menghabiskan kurma terse­but maka kehidupan ini terlalu lama’ Bergegas ia maju ke baris depan, memerangi musuh (agama) hingga ia mati syahid.” (Shahih Muslim No. 1901, dan Tafsir Ibnu Katsir II/325)

Yuk, kita buktikan tanda cinta kita kepada Allah Swt. dan RasulNya. Jangan sampe kecintaan kita kepada dunia mengalahkan cinta kita kepada Allah Swt,. dan RasulNya. Firman Allah Swt. (yang artinya): Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS at-Taubah [9]: 24)

Bro, rasa-rasanya kita emang kudu siap nunjukkin tanda keseriusan cinta sejati kita. So, siap ya untuk tunjukkin tanda cinta sejati kepada Sang Pemilik Cinta? Mari buktikan!

Kerudung Dusta

Percaya atau tidak, tulisan ini emang terinspirasi dari obrolan anak-anak cewek waktu saya bantuin tim distribusi nyebarin gaulislam ke sekolah-sekolah. Di sebuah sekolah di kota Bogor, di Jl. Dr. Sumeru tepatnya, saya sempat merekam obrolan beberapa anak perempuan. Di antara mereka ada yang pake kerudung ada pula yang masih membiarkan rambutnya—yang merupakan bagian dari aurat—dilihat banyak orang. Nah, yang menarik adalah ketika ada seorang anak cewek yang manggil-manggil temannya dengan sebutan “kerudung palsu”. Entah apa maksudnya karena saya nggak konfirmasi ke anak cewek tersebut. Maklum, saya terburu-buru mau nyebarin gaulislam edisi cetak ini ke sekolah lainnya.

Jujur saya tergelitik dengan istilah yang dilontarkan anak cewek itu: kerudung palsu. Mungkin nih, tebakan saya adalah ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, dia sedang mengejek temannya yang pake kerudung karena sang teman perilakunya tidak mencerminkan layaknya perempuan yang menjaga kehormatannya melalui busana muslimah itu. Kemungkinan kedua, bisa juga cuma guyonan. Tetapi terlepas dari apa motif anak cewek itu melontarkan istilah “kerudung palsu”, akhirnya menjadi inspirasi bagi saya untuk menulis artikel di gaulislam dengan judul yang sedikit provokatif, yakni “kerudung dusta”. Insya Allah edisi cetaknya ini juga akan disebarkan ke sekolah tersebut. Dan, siapa tahu anak cewek yang komentar dan yang dikomentarin tersebut baca juga. Seru deh!

Bro en Sis, semoga saja artikel ini bisa menginspirasi kamu semua untuk mulai peduli hubungan antara busana dan perilaku pemakainya. Selain itu kita semua berharap bahwa sebagai muslim, pilihan kita dalam berbusana pun harus disesuaikan dengan ajaran agama kita. Nggak boleh sesuka kita. Tetapi memang ngikutin aturan yang berlaku. Sebab, untuk hal-hal mubah dalam kehidupan sehari-hari aja manusia bisa bikin aturan dan minta ditaati. Maka, Allah Swt, tentu saja lebih berhak untuk ditaati aturanNya. Iya kan?

Istilah “kerudung palsu” dan juga “kerudung dusta” muncul dengan suatu motif. Pasti banget bahwa setiap orang melakukan sesuatu atau berpendapat tentang sesuatu sesuai motifnya. Kita akan tahu apa yang dimaksudkannya setelah mengetahui motifnya berperilaku atau berpendapat. Itu sebabnya, penting bagi kita untuk mengetahui tujuan dan niatnya sera fakta di lapangan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Busana mengkomunikasikan pesan

Manusia, selain berkomunikasi secara tulisan dan lisan, juga menggunakan lambang dan simbol untuk melakukan komunikasi. Rambu-rambu lalu lintas contohnya. Kita bisa tahu maksudnya huruf P yang disilang, yakni kendaraan tidak boleh parkir di tempat yang dipasangi rambu tersebut. Maka jika kita markirin kendaraan di situ, udah pasti melanggar aturan. Tapi jangan juga ngeles kayak anekdot yang pernah saya baca. Tukang becak yang ngeyel dengan tetap ngetem di tempat yang sudah dipasangi rambu lalu lintas bergambar becak yang disilang, yang artinya becak nggak boleh ada di tempat itu. Tetapi ada tukang becak yang ngeles dengan mengatakan bahwa yang nggak boleh di situ kan gambar becak bukan becaknya. Hehehe… ini sih ngakalin memang. Maka, dalam lanjutan anekdot itu dikisahkan polisi yang negor tukang becak tersebut marah dengan mengatakan: “apakah kamu nggak sekolah, masa’ lambang gini nggak ngerti?” Eh, tukang becaknya nggak kalah berargumen: “Wah Pak, kalo saya sekolah dan pinter, mungkin sudah seperti Bapak!” Gubrak!

Nah, ngomong-ngomong soal kerudung (termasuk jilbab), ternyata busana juga bisa mengirimkan pesan lho. Sebab, busana, menurut Kefgen dan Touchie-Specht, mempunyai fungsi: diferensiasi, perilaku, dan emosi. Dengan busana, membedakan diri (dan kelompoknya) dari orang, kelompok, atau golongan lain. Dalam hal ini, kamu suka nemuin kan ada orang yang suka tampil beda dengan busana atau aksesoris lainnya. Sekelompok remaja puteri ada yang berani untuk mengenakan busana yang tak menutupi auratnya kalo keluar rumah. Sebagian yang lain merasa besar kepala bila keluar rumah pamer rambut indahnya, berhias berlebihan dan nyemprotin parfum ampe super wangi.

Perbedaan yang hendak dikomunikasikan melalui busana ini, tentunya agar orang tahu siapa dirinya. Agar semua orang bisa menilai dirinya tanpa perlu kita bicara secara lisan atau menyampaikan melalui tulisan. Busana, adalah bagian dari komunikasi melalui simbol.

Terus, busana juga bisa mengendalikan perilaku, lho. Kalo ada pak polisi mengenakan seragam polisi, maka biasanya beliau-beliau jaim alias jaga imej deh. Begitupun dengan remaja puteri, saat kamu memakai kerudung, maka perilaku kamu nggak bakalan “se-okem” ketika kamu berjins-ria. Ini fakta umum. Apalagi bagi yang udah sempurna berjilbab, nggak bakalan berani berperilaku yang norak, okem, senewen, atau malah urakan dan maksiat. Kecuali emang belum ngerti atau memang sengaja untuk kamuflase di tahap awal agar orang memandang dia baik perilakunya.

Hehehe.. ini juga fakta lho. Beberapa facebooker, menurut seorang kawan, ternyata PP alias foto profilnya mengenakan kerudung tetapi pada foto di ‘dalemannya’ malah ada penampilannya yang sedang membuka aurat. Nah, cerita teman saya itu, dia heran karena itu adalah temannya di jaman SMA, maka doi surprise dan menganggap sang teman sudah berubah. Eh, ternyata eh ternyata itu cuma di tampilan foto profilnya. Selebihnya, sang teman masih menampilkan fotonya dalam keadaan tak berkerudung. Waduh! Apakah ini bisa disebut kerudung dusta? Mungkin juga.

Bro en Sis, busana juga ternyata bisa berfungsi mengkomunikasikan emosi. Coba aja deh, kalo kamu nonton bola dengan bersegaram klub kebanggaan kamu, “nilai” teriak bin sorakknya lebih berharga (ciee.. emang gitu ya?). Kamu bisa lihat di televisi, bagaimana para penonton merasa terlibat secara emosi bila mengenakan kaos klub favoritnya.

So, buat para cewek wa akhwatuha, jadikan citra jilbab dalam perspesi sosial umum sebagai kebaikan; sopan, ramah, kalem, tahu agama, alim dan sebagainya. Jadi, seperti kata Kefgen dan Touchie-Specht, bahwa busana adalah “menyampaikan pesan”. Kamu menerima pesan di balik busana orang, kemudian merespon sesuai persepsi sosial kamu. Jadi, mungkin akan wajar kalo teman kamu akan bilang kerudung palsu atau kerudung dusta karena perilaku kamu bertentangan dengan busanamu. Intinya, busanamu mencerminkan perilakumu. Sebab, cara pandang seseorang akan mempengaruhi perilakunya.

Busana muslimah itu indah

Islam, sebagai agama yang sempurna memperhatikan pula tentang urusan pakaian. Yang indah itu yang bagaimana, yang sesuai syariat itu yang bagaimana. Semua dijelaskan oleh Islam. Bicara soal pakaian, Allah Swt, telah mengatur dalam firmanNya (yang artinya): “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.” (QS al-A’râf [7]: 26)

Nah, ngomong-ngomong syariat, busana muslimah tuh udah ada aturannya. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS al-Ahzab [33]: 59)

Saya coba ngasih penjelasan sedikit. Moga-moga aja kamu pada paham ya? Jilbab bermakna milhâfah (baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kisâ’) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muhîth dinya­takan demikian: Jilbab itu laksana sirdâb (terowongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Nah, kalo kamu pengen tahu penjelasan tambahannya, ada juga keterangan dalam kamus ash-Shahhâh, al-Jawhârî menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhâfah) yang sering disebut mulâ’ah (baju kurung). Begitu sobat. Moga aja setelah ini nggak kebalik-balik lagi ketika membedakan antara jilbab dan kerudung.

Jadi pakaian muslimah itu? Nah, yang dimaksud pakaian muslimah, dan itu sesuai syariat Islam, adalah jilbab plus kerudungnya. Dan itu wajib dikenakan ketika keluar rumah atau di dalam rumah ketika ada orang asing (baca: bukan mahram) yang kebetulan sedang bertamu ke rumah kita or keluarga kita.

Sobat muda muslim, saya ‘cerewet’ begini bukan ngiri or nggak suka sama kamu. Tapi justru sebagai bentuk kepedulian. Tentu karena sayang sama kamu. Supaya ketika kamu berbuat patokannya adalah syariat Islam, bukan mode atawa selera kamu semata. Ok?

Semoga melalui tulisan ini, istilah kerudung palsu or kerudung dusta nggak melekat sama kamu. Sebab rugi banget deh, kamu pake kerudung tapi kamu masih dijuluki gajah alias gadis jahiliyah. Artinya, kerudung cuma nyangkut di kepala nutupin rambut dioang, tetapi pikiran kamu masih belum dihiasi dengan indahnya aturan Islam. Jika itu yang terjadi, pantas deh disebut kerudung dusta.

Yuk, benahi cara pandang kita tentang busana. Bahwa mengenakan busana muslimah itu kewajiban, bukan pilihan, apalagi atas dasar tren. Selain itu, poles pemikiran dan perasaan kamu dengan cara pandang ajaran Islam. Maka, nggak sekadar pake kerudung dan jilbab, tapi keilmuan kamu juga oke. Hebat kan? So, selamat tinggal kerudung dusta. Bye-bye kerudung palsu. So, jadilah muslimah betulan! Pasti bisa deh! Sip!

Ku Pertahankan Kesucian Hatiku Kepadanya untuk Mempertahankan Cintaku KepadaMu | Cerpen

Ku Pertahankan Kesucian Hatiku Kepadanya untuk Mempertahankan Cintaku KepadaMu | Cerpen

oleh Akhina Ifa Alhaqqu Mirrabbika pada 23 April 2010 jam 13:29
Assalamualikum warahmatullah
Bismillahirrahmanirrahiim....

Simple Title: Beginilah Caraku Menjaga Hati

Ini adalah sebuah cerita nyata(meskipun ada pengeditan) dari seseorang yang dicerpenkan tentang caranya menjaga hati . Mungkin dengan ini kita mampu mengambil ibrah dari apa yang didapat dari cerita ini. Insya Allah.

***

Telah 5 tahun sudah, ku mencoba untuk mempertahankan hati ini untuknya, walaupun aku belum pernah melihat, mendengar, berinteraksi dan bertemu dengannya secara langsung untuk menjaga kesucian hatiku kepadaNya. Cerita ini berawal ketika hidayah itu telah datang dan dengan datangnya itu mampu mengubah segalanya jadi lebih indah dan terarah untuk ku tempuh.

Dahulu aku adalah seorang anak manusia yang biasa-biasa saja, seperti anak muda normal lainnya. Aku pun terkadang sering jatuh cinta kepada siapa yang aku kagumi. Hampir setiap hari mungkin hidupku terbiasa akan hal itu, hingga hal itu menjadi sesuatu yang lumrah dalam pribadiku.

Namun, pada suatu ketika datanglah Hidayah kepadaku. Hidayah yang didasari dari materi Cinta Kepada Allah yang banyak aku pelajari dari sekelilingku ditambah dengan materi dari guru ngajiku ketika mentoring di sekolah. Hidayah itu menumbuhkan aku untuk mencintai Rabb(Tuhan) sehingga membuatku rela untuk menyingkirkan yang lainnya di hatiku terkecuali aku mencintai yang lainnya karenaNya.

Kedatangan Cahaya itu mampu membuatku membuka mata hatiku dalam mengaplikasikan cinta, tanpa harus membawaku kepada jurang kehancuran. Sehingga akupun mulai berhati-hati terhadap hatiku dalam mencintai agar Cintaku kepada Allah yang telah DikaruniakanNya kepadaku mampu ku jaga karena aku menyadari bahwa hatiku miliknya. Dan Karena akupun juga menyadari bahwa cinta yang salah mampu melumpuhkan kualitas Cintaku denganNya, sedangkan yang aku harapkan adalah CintaNya karena tidak ada yang mampu mencukupiku kecuali Dia.

Sejak kedatangannya, hidayah itu mampu merubah segalanya yang ada pada diriku seperti masalah cara berfikir dan kepribadianku hingga orintasiku dalam mencintai sesuatu. Termasuk masalah ketertarikanku dalam menyukai sesuatu. Jika sebelumnya mungkin aku tertarik kepada wanita yang biasa-biasa saja, maka setelah Hidayah itu datang justru hatiku tertarik untuk menyukai muslimah dengan busana khas dan sikapnya yang cenderung pemalu. Dan oleh karena itu akupun berharap agar Allah menakdirkanku untuk menikah dengan salah satu diantara mereka, muslimah yang shalehah. Insya Allah, Allahuma Amiin. Karena aku mengetahui bahwa menikah adalah Sunnah Rasulullah.

Walaupun demikian, namun Hidayah itupun mampu mengajarkan aku dalam mengendalikan perasanku agar hatiku tidak salah dalam menyikapi apa yang menarik hatiku. Karena bagiku rasa ketertarikanku cukuplah akan aku tumpahkan kepada istriku kelak walaupun aku belum pernah bertemu dengannya. Karena sejak awal, hidayah itu mampu membuatku memahami diriku akan hakikat mencintai pasanganku walaupun sebelum aku menikah dengannya tanpa membuat aku cenderung melupakan Allah, lantaran aku memahami bahwa kalau saja Allah menjadikan aku menikah dengan seseorang perempuan yg ditakdirkan Allah kepadaku maka untuk apa aku berharap dan menghabiskan waktuku kepada yang lainnya yang belum tentu akan menjadi istriku kelak, sedangkan hati ini mudah terdominasi dengan sesuatu hal yang lain jika kita tidak mampu mempertahankan hakikatnya dalam mencintai Rabb?.

Dan karena akupun tidak memungkiri bahwa setiap manusia yang normal pasti akan merasakan fitrahnya, termasuk permasalahan ketertarikannya terhadap lawan jenis, maka jika harus demikian, menurutku untuk apa jika hati ini aku tambatkan kepada siapa yang bukan orangnya nanti, jika memang hati ini sangat peka terhadap pengaruh diri yang memilikinya ketika hati itu salah dalam pengelolaannya. Oleh karenanya, aku memahami bahwa: Jika memang aku harus mencintai lantaran mencintai lawan jenis adalah fitrahku sebagai manusia maka aku akan mencoba untuk mencintai siapa yang akan aku nikahi nanti walaupun aku belum pernah bertemu dengannya, lantaran pasti Allah akan mempertemukanku dengannya, sehingga usahaku yang sia-sia akan cenderung berkurang di dalam lingkup fitrahku. Insya Allah


Sejak saat itu hatiku mulai tersadarkan untuk meninggalkan hal-hal yang sia-sia dalam cinta yang tidak memberikan manfaat kepadaku dalam MencintaiNya dan cinta yang mampu membuat hatiku cenderung meninggalkan Rabb.

***

Waktupun berjalan seiring kegembiraanku atas datangnya hidayah itu. Hingga tanpa aku sadari godaaan-godaan kecilpun datang dari sekelilingku untuk menyukai muslimah yang aku rasa belum saatnya aku harus bersikap demikian kepadanya. Tanpa ku sadari hal itu mampu membuatku sedikit gundah, mungkin karena aku belum mampu mengendalikan fikiranku terhadap apa yang mempesonakanku terhadap mereka.

Kegundahanku itu membuatku khawatir jika dengan demikian maka nikmat karunia yang berupa Hidayah itu akan menyingkir dari diriku lantaran sikapku yang salah. Sehingga, akupun berdoa dan meminta petunjuk kepada Allah agar Allah mengkaruniakanku kefahaman agar aku terus istiqomah untuk menyikapi hatiku ketika ia harus menghadapi fitrahnya.

Singkat cerita, lantaran aku mengetahui bahwa istikharah adalah salah satu cara yang dapat meyakinkan diri kita terhadap suatu pilihan, oleh karenanya setiap godaan itu datang, dan di setiap ketidakmampuanku dalam menjaga diriku dalam mengelola hati, maka akupun berusaha untuk mengistikharahkan siapapun yang mempesonakanku agar aku dapat mengetahui diantara mereka siapakah orang yang aku “cari” sehingga hal itu dapat cenderung membuatku terhindar dari kesia-siaanku dalam pengelolaan hati yang salah yang aku takutkan dapat cenderung mampu melumpuhkan rasa Cintaku kepada Rabbku.

Setelah aku membiasakan diri untuk istikharah di setiap waktu ada yang mempesonakanku, seolah dengan itu hatiku mampu diyakinkan kepada siapa yang akan aku nikahi nanti walaupun aku belum pernah mengenalnya. Sepertinya dirinya telah terkesan di hatiku sehingga hal itu mampu membedakan dirinya dengan yang lainnya, kemudian dengan itu dapat membuatku melepaskan harapan dan keinginan hatiku kepada arah yang salah dalam pengelolaannya terhadap siapa yang bukan orangnya. Mungkin inilah cara Allah dalam meyakinkanku untuk mempertahankan hatiku kepada siapa yang pantas aku cintai nantinya yang salah satunya diperoleh melalui jawaban dari istikharah-istikharah itu.

Walaupun demikian, aku masih tetap seperti dengan manusia normal lainnya, hal ini kubuktikan dengan masih adanya rasa kagum dengan muslimah yang mempesonakanku, namun keberadaan mereka tidak sempat singgah dihatiku lantaran hatiku seolah gelisah ketika aku mendapati orang yang salah jika ku taruh di “sembarang” tempat dihatiku. Namun ketika aku mengingat tentang sosok yang aku yakini akan aku nikahi nantinya, dan ku hadirkan dia di hatiku, meskipun aku belum mengenalnya dan aku belum mengetahui jasadnya, maka entah mengapa perasaanku seolah (cenderung) tenteram karenanya. Mungkin hal itu terjadi karena hatiku telah berfatwa terhadapnya....

Mengenai hati yang berfatwa, aku menjadi teringat dengan sebuah hadist Rasulullah bahwa:

Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan itu adalah ketika jiwa dan hati menjadi tenang kepadanya. Sedangkan al-itsm (dosa) adalah yg membingungkan jiwa dan meragukan hati. Meskipun manusia memberi fatwa kepadamu." (HR Muslim)

Mungkin karena ketenteraman dan kegelisahan yang aku dapati itulah dapat membuat diriku mengurungkan diri untuk tidak melepaskan tambatan hati ini kepada orang yang bukan dirinya yang akan aku nikahi nanti.

***

Waktu berjalan dengan caraku menjaga hati itu, membuat hidupku lebih tersenyum lantaran kegundahanku itu mengurang seiring usahaku dalam meyakinkan hatiku untuk tidak salah dalam pengelolaannya melalui istikharah-istikharahku kepada Rabb. Semua itu aku lakukan untuk mempertahankan hatiku kepada Pemiliknya karena aku berharap agar Pemiliknya tidak tersingkir dari singgasananya lantaran pengelolaan yang salah.

Namun, cobaan belum begitu saja berakhir hingga pada suatu ketika Allah sibakkan aku bertemu dengan seorang muslimah yang begitu mengagumkan. Dia berbeda, tidak seperti muslimah yang pernah aku temui pada biasanya, lantaran keberadaannya entah mengapa hampir menyerupai perasaanku terhadap sosok yang akan aku nikahi itu.

Kemungkinan ini jauh dari apa yang aku bayangkan, karena hal ini sepertinya akan lebih mengancam pertahananku dalam mempertahankan hatiku untuk Rabb. Apalagi aku meyadari bahwa wanita merupakan godaan terbesar seorang laki-laki.

Terkadang fikirankupun terbuai dengan dirinya di saat-saat aku kurang siaga dalam memelihara hati ini untukNya. Hingga akupun kehilangan definisi dalam mempertahankan hatiku untukNya. Mungkin karena terpesonanya aku dengan keserupaannya dengan keyakinanku terhadap sosok yang akan ku nikahi itu, membuatku terlupa untuk mengetahui jawabannya dengan istikharah-istikharahku dalam usahaku meyakinkan diriku atasnya.

Dan tanpa ku sadari...
Hal-hal Rabbani(Ketuhanan(maksudnya: Keislaman)) yang aku kenali seolah menjadi nuansa yang datar di hati, awalnya ku anggap hal itu sebagai futur(menurunnya iman) yang biasa, namun aku mendapati bahwa nuansa khas itu belum kunjung tiba dalam waktu yang cukup lama dan ketika aku telah lelah menunggu kedatangannya kembali.

Hal-hal yang dahulunya begitu peka di relung-relung hati ini seolah berkurang penginderaannya, hingga akupun menyadari bahwa hal ini terjadi karena sikapku yang salah dalam pengelolaan hati terhadap seorang muslimah yang menyerupai sosok yang akan aku nikahi itu.

Ketika aku tersadar , hal itu dapat membuatku takut ketika aku berfikir jikalau Allah mem-futurkanku dengan keadaan yang demikian. Jika demikian aku harus melakukan tindakan pencegahan agar perbuatanku tidak menjadikan keburukan bagiku.

Sesekali ku coba bertanya dalam hati, bahwa jika memang dirinya adalah orangnya maka hal itu seharusnya tidak membuatku jauh dari Allah, lantaran dasarku menambatkan hati kepadanya adalah karena Cintaku Kepada Rabb. Hingga akhirnya aku meyadari dari gerak hatiku bahwa bukan muslimah itulah orangnya.

Hingga keadaanpun mampu menegurku, sehingga dapat membantu menyadarkanku dari kesalahan yang telah aku perbuat, meskipun pesonaku terhadapnya belum pulih.

Pada suatu malam, akhirnya ku coba diri ini memohon ampun kepada Allah atas apa yang telah aku perbuat, dan memohon pulihnya karunia yang sekiranya enggan terasa indah dihatiku ketika itu. Dan akupun berharap kepadaNya agar hal yang seperti itu tidak terjadi kembali, lantaran aku tidak mau lagi bermain-main dengan hati ini lantaran aku sadari bahwa hati ini milikNya dan hanya kepada dan karenaNyalah seharusnya ku tambatkan. Dan aku berharap agar Allah menguatkan firasatku kepada sosok yang telah aku yakini yang terlahir dari istikharah-istikharahku terhadap siapa saja yang pernah mempesonakanku.

Hingga akupun memberanikah diri untuk berdoa:
"Yaa Allah, Sucikanlah hatiku hanya untuk siapa yang pantas menempatinya dengan keridhaanMu. Cukup dia sajalah yang aku cintai karena aku tidak menginginkan keburukan katika aku berbuat salah terhadap hatiku. “

Ya Allah, aku tahu bahwa Engkau Maha Berkehendak dan akupun tidak meragukan KekuasaanMu Karena Engkau adalah Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka aku memohon kepadaMu agar Engkau memampukan diriku untuk dapat mengetahui wajah dari siapa yang akan aku nikahi nanti walaupun hanya sekejap saja agar dengan itu aku mampu membedakan dirinya dengan yang bukan dirinya, agar aku dapat cenderung menjauhkan hati ini dari kesia-siaan. Aku yakin bahwa Engkau mampu menjadikannya, dan aku yakin atas hal yang terbaik bagiku dari segala keinginanku, ku lakukan ini karena aku telah merindukannya dan mensyukurinya lantaran Engkau takdirkan aku kepadaNya. Dan maafkan aku jika aku tersalah. Ku mohon atas KuasaMu, ya Rabb.

Dan pertemukanlah aku dengannya ketika aku hendak menikahinya agar aku tidak berlama-lama menjadikan hati ini terlena dengannya walaupun aku tahu bahwa nantinya dia akan aku nikahi.

Jagalah hatiku untukMu Rabb, karena aku ingin selalu MencintaiMu lantaran Engkaulah Dzat yang pantas aku Cintai sepenuh hatiku.

Allahuma Amiin”

Pintaku penuh harap dan lirih...

Dengan harap-harap cemas ku sadari doa itu lantaran aku takut jika aku telah berbuat kesalahan. Entah hal apa yang mampu membuatku memberanikan diri untuk berdoa seperti itu, mungkin saja karena rasa penasaranku yang telah tertanam terhadap sosok yang kuyakini itu. Namun perasaan yakin bahwa aku tidak melakukan kesalahan membuatku sedikit lega.

Setelah itupun aku tertidur, mungkin karena aku terlelah...

***

Beberapa waktu kemudian, kehidupanku mulai berubah, seeolah aku telah memulai lembaran hidupku yang baru, hal-hal yang telah terjadi seolah telah tersapu oleh air mata pembersihan diri ketika malam itu, membuatku bersemangat untuk mensucikan hati ini kepada siapa yang patut menempatinya.

Perasaanku lebih tenang setelah aku memohon maaf kepadaNya sehingga menjadikan kegundahanku terkikis beserta kecemasan-kecemasan lainnya. Namun, ada beberapa hal yang menurutku ajaib dari peristiwa yang aku alami sejak malam itu, entah mengapa dalam tidurku terkadang aku sering bermimpi didatangi oleh seseorang muslimah yang Insya Allah, shalehah dan baik kepribadiannya yang aku tidak pernah bertemu dengannya namun sepertinya aku mengenalinya, senyum, putih, pemalu, sosoknya menenangkan jiwa, membuat hatiku bergetar tentang kedatangannya. Hingga akupun berkesimpulan bahwa inikah jawaban Allah atas permintaanku waktu itu?. Aku tak mampu menjawabnya secara mutlak, namun keyakinanku dan gerak hatiku mampu meyakinkanku bahwa kedatangannya itu ada sangkut pautnya dengan keyakinanku kepada Allah akan terkabulnya doa yang pernah ku panjatkan kepada Allah ketika malam itu. Dan hal ini sedikit terbukti ketika aku melakukan istikharah untuknya, perasaan tenag yang tidak aku temukan jika aku meng-istikharahkan yang lainnya. Masya Allah...

Walaupun sosoknya telah tersibakkan, namun Jika aku disuruh menggambarkan wajahnya maka aku tidak mampu, karena aku tidak bisa melihat jelas bagaimana wajahnya, namun sepertinya hanya hatiku-lah yang mampu mendeskripsikannya, hingga gambaran wajah itu mampu membawaku kepada ketenteraman dan ketenangan yang memuaskan hati. Mungkin dengan ini, hatiku telah berfatwa lagi atas dirinya...

Namun, bukan hanya wajahnya saja yang Allah tunjukkan kepadaku, melainkan karakter-karakter khasnya yang diperkenalkan kepadaku agar dengan itu mampu membedakan membantuku dirinya dengan yang lainnya secara lebih tepat. Masya Allah...

Sebelumnya aku mengira-ngira bahwa apa yang aku alami itu merupakan kebisaan fikiranku dalam berimajinasi, namun ketika ku telaah lagi, peristiwa itu dapat mengingatkanku kepada apa yang pernah Rasulullah sabdakan dalam sebuah hadist, meskipun hadist ini telah ditemukan olehku 5 tahun setelah kejadian itu.

"Rasulullah saw bersabda kepada Aisyah, “sebelum aku menikahimu, aku pernah melihatmu dua kali di dalam mimpi. aku melihat Malaikat membawa secarik kain yang terbuat dari sutra. kukatakan kepadanya, ‘Singkapkanlah.’ Malaikat itupun menyingkapnya. dan ternyata kain itu memuat gambarmu. lalu kukatakan, “jika ini merupakan ketentuan Allah, maka dia pasti akan membuatnya terjadi. ‘Pada kesempatan lain aku kembali melihatnya datang membawa secarik kain yang terbuat dari sutra. Maka kukatakan kepadanya, ‘Singkaplah.’ Malaikat itupun menyingkapnya. dan ternyata kain itu memuat gambarmu. lalu aku berkata, “jika ini merupakan ketentuan Allah, maka dia pasti akan membuatnya terjadi. (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Subhanallah, aku tidak percaya ini, namun aku tetap bertawakal kepada Allah jikalau aku mendapatkan kesalahan atas apa yang terjadi pada peristiwa tersebut.

Karena aku menyadari bahwa muslimah tersebut ku lihat di mimpiku, maka akupun berdoa kepada Allah agar Allah menghentikan keberadaannya dimimpiku lantaran aku tidak menginginkan apa yang aku mimpikan itu adalah penyerupaan jin, terkecuali di waktu ketika aku membutuhkan kedatangannya. Alhamdulillah, beberapa waktu kemudian aku tidak memimpikannya lagi, hingga akupun merasa agak lebih legaan lantaran aku takut jika syaitan ikut campur dalam hal ini. Bagiku cukup dengan Ketawakalan dan keyakinan dari hatiku yang terdalamlah yang sekiranya mampu membuatku membedakan dirinya dengan sesuatu yang menyerupai dirinya. Semoga Allah menunjuki kita semua kepada jalan yang benar. Allahuma Amiin

Memang dirinya sudah tidak sering datang di dalam mimpi-mimpiku. Namun, dirinya kadang-kadang datang diwaktu aku perlu ada yang menegurku. Entah mengapa setiap kali aku berbuat zalim seperti halnya aku tidak mampu menundukkan pandanganku, dirinya terkadang hadir dimimpiku beberapa hari kemudian ataupun bisa malam harinya ketika aku tertidur, untuk mengurku dengan bahasa khasnya yang cukup mampu menjadi nasehat dan introspeksiku atas perbuatan yang telah aku perbuat. Bukan hanya itu iapun juga akan terlihat memberikan nuansa kepuasannya yang khas ketika aku mampu mengendalikan diriku. Dia seolah benar-benar telah hidup di dalam diriku meskipun aku tidak mengenali siapa dirinya. Namun aku yakin dia ada.

Dan ada pula beberapa hal spesial yang aku alami setelah peristiwa itu terjadi di mana perasaanku merasa tidak nyaman ketika aku menempatkan seseorang wanita untuk aku jatuh cintai jika bukan sosok tersebut, hatiku seolah terasa kering, tidak menenangkan dan mampu meresapi indahnya rasa cinta itu seperti hal yang pernah aku rasakan dahulu terhadap siapa yang mempesonakanku. Seolah hati itu telah menjadi tidak peka terhadap cinta ketika aku sembarangan menempatkan seseorang yang salah di sana. Namun ketika aku ingat dengan sosok yang pernah hadir dimimpiku itu, entah mengapa seolah hati ini begitu luas dan begitu 'basah' untuk menempatkan dirinya di hati ini. Subhanallah, hal ini benar-benar mampu mengajarkanku untuk mempertahankan perasaanku dengannya demi membantuku untuk mempertahankan Kecintaanku Kepada Allah, lantaran aku menyadari bahwa hatiku hanya satu sehingga aku tidak mampu jika harus mencintai lebih dari satu cinta terkecuali aku mencintai yang lainnya karenaNya. Insya Allah

Mengenai keberadaannya pernah menjadi pertanyaan bagiku, namun hatiku lebih tenteram ketika meyakini bahwa keberadaannya itu memang benar-benar ada, meskipun aku tidak tahu dimanakah ia saat ini. Jika saja muslimah sehebat Aisyah, Fatimah, Khadijah, Asiah dan Maryam pernah hidup di bumi ini, maka hal itu membuatku makin percaya akan keberadaannya .

Persitiwa ini mampu menjadikanku tersadar akan keterbatasan kemampuanku dalam memelihara hati demi menjaga Kecintaanku kepada Allah, membuatku yakin dengan kedatangan seseorang yang akan aku nikahi dan membuatku mengurungkan diri untuk mengira-ngira seseorang disekelilingku sehingga hal ini dapat cenderung membuatku mengurangi kesia-siaan.

Namun seperti dari awal, aku berharap kepada Allah agar Allah mempertemukanku ketika aku hendak menikahinya lantaran aku tidak mau menjadikan hati ini berlama-lama bermain dengan perasaanku terhadapnya walaupun nantinya dirinya akan dinikahkan olehku.

Namun, aku tidak berharap banyak, cukuplah Allah sebagai harapanku, Allah mengajarkanku keikhlasan, dan karenanya aku mencoba ikhlas untuk menerima selain dari yang dicirikan itu, jikalau memang benar dia tidak ada di bumi ini dan diwaktu yang bersamaan denganku ketika aku hidup. Meskipun aku berharap kehadirannya lantaran aku merasakan bahwa dialah belahan jiwaku. Bisa jadi aku menemukan sosok itu setelah aku menikah dengan seorang muslimah, ataupun bisa jadi muslimah itu adalah anak-anakku nanti yang dimana hal itu akan sangat membanggakan orang tuanya karena mengetahui memiliki anak yang shaleh dan shalehah. Ataupun aku tidak menemukannya di manapun, karena bisa jadi dia adalah diriku sendiri yang memang telah Allah tentukan di dalam diriku agar aku bisa menjadi seperti dirinya dan mengajarkan itu kepada istriku kelak agar apa yang aku dapati dalam yakinku dapat terwujud. Masya Allah

Aku tidak 'jatuh cinta' bukan karena aku tidak seperti laki-laki pada biasanya. Hatiku kupersembahkan kepada Pemiliknya, dan diisi hanya kepada yang halal olehku, siapapun yang mengisinya nanti, dialah bidadariku... Subahanllah...

Insya Allah

Terima kasih kepada siapa yang pernah mengalami peristiwa ini, Semoga Allah senantiasa Merahmati dan mengampunkan segala dosa-dosamu beserta dosa-dosa kita semua dan menjadikan kita semua orang-orang yang dijauhi dari kesia-siaan. Allahuma Amiin

***

Semoga Allah memaafkan aku ketik aku bersalah
Allahuma Amiin