Rabu, 14 April 2010

Di Balik Kejujuran Seorang Pedagang

Di Balik Kejujuran Seorang Pedagang


إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.

Saudaraku! Anda pernah membeli buah-buahan atau lainnya dari pedagang buah di dalam kereta, atau pedagang asongan di bis antar kota? Bila pernah, mungkin anda juga pernah merasa betapa pahitnya rasa kecewa batin anda ketika mengetahui bahwa barang yang anda beli ternyata tidak sama dengan yang diperagakan atau dicobakan kepada anda sebelum membeli.

Pengalaman di atas hanyalah salah satu bukti nyata dari kejamnya para pedagang yang batinnya hampa dari keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keuntungan materi menjadi pujaannya, sehingga ia menempuh segala macam cara guna mendapatkannya.

Saudaraku! Bersyukurlah, karena Allah telah menjadikan anda sebagai seorang muslim. Islam mengajarkan anda berbagai syari’at luhur dan suci dalam segala aspek kehidupan anda, termasuk dalam urusan perniagaan.

Syari’at Islam mengajarkan anda untuk selalu berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut dapat menimbulkan kerugian pada diri anda sendiri.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. النساء : 135.

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Qs. An Nisa’: 135)

Tatkala Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, beliau menjelaskan: Bahwa ayat ini adalah perintah dari Allah kepada setiap orang yang beriman untuk senantiasa berkata benar. Tidak sepantasnya bagi seorang mukmin untuk meninggalkan kebenaran, dan mudah terpaling darinya. Sebaliknya, orang-orang yang beriman seyogyanya saling bahu membahu, tolong menolong dan menyatu-padukan tekad guna memperjuangkan kebenaran. Mereka menegakkan kebenaran demi menggapai keridhaan Allah. Bila ketulusan niat ini telah terwujud pada diri seseorang, niscaya ucapan dan perbuatannya benar, adil, dan jauh dari penyelewengan atau manipulasi. Kebenaran dan kejujuran ini senantiasa menghiasi kehidupan orang yang beriman, walaupun kadang kala beresiko mendatangkan kerugian pada diri sendiri. Bila hal itu terjadi, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baiknya. Allah pasti memberi orang yang taat kepada-Nya jalan keluar bagi setiap problematikanya. Demikianlah kepribadian orang yang bernar-benar beriman. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan berbagai perasaan dirinya tidak dapat memalingkannya dari menegakkan keadilan dalam segala aspek kehidupannya. (Tafsir Ibnu Katsir 2/433)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada banyak hadits menegaskan akan hal ini, diantaranya pada hadits berikut:

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا. متفق عليه

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia menturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan akan membimbing kepada surga, dan senantiasa seseorang itu berbuat kejujuran dan senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya ditulis disisi Allah sebagai orang yang (shiddiq) jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari perbuatan, karena sesungguhnya kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan akan membimbing kepada neraka. Dan senantiasa seseorang berbuat dusta dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih)

Sehingga tidak heran bila syari’at Islam menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip hidup umat manusia, tanpa terkecuali dalam perniagaan. Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan para sahabatnya yang sedang menjalankan perniagaan di pasar:

يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني

“Wahai para pedagang!" Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)

Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan hadits ini dengan berkata: “Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya.” (Dinukilkan oleh Al Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwazy 4/336)

Bila demikian adanya, maka sudah sepantasnya bagi anda, untuk senantiasa mengindahkan prinsip ini dalam perniagaan anda, dan bahkan dalam segala aspek kehidupan anda. Hanya dengan cara inilah, kehidupan anda akan diberkahi.

عن حكيم بن حزام رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه

“Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari hadits ini, Ibnu Hajar Al ‘Asqalany menarik suatu kesimpulan: “Pada hadits ini terdapat suatu petunjuk bahwa kehidupan dunia tidaklah akan dapat dicapai dengan sempurna kecuali dengan perantaraan amal shaleh. Dan bahwasannya petaka perbuatan maksiat akan menyirnakan seluruh kebaikan dunia dan akhirat.” (Fathul Bary oleh Ibnu Hajar Al Asqalany 4/311)

Saudaraku! Manisnya harta dan gemerlapnya keuntungan yang berlimpah memang begitu menggiuarkan. Tidak heran bila liur umat manusia senantiasa menetes tatkala menyaksikan peluang mengeruk keuntungan terbuka lebar-lebar. Sehingga bisa saja derasnya godaan harta ini menjadikan anda hanyut dan lupa daratan. Hanya keimanan anda kepada Allah dan hari akhirlah yang mampu membendung arus ambisi dan keserakahan dunia.

وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ ، مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِى حَقِّهِ ، فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ ، كَانَ الَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ. متفق عليه

"Sesungguhnya harta kekayaan itu terasa begitu manis. Barang siapa yang mendapatkannya denga cara-cara yang benar dan dibelanjakan di jalan yang benar, maka harta itu adalah sebaik-baik pembantu baginya. Sedangkan orang yang mendapatkannya dari jalan yang tidak benar, maka ia bagaikan orang yang makan tapi tidak pernah merasa kenyang." (Muttafaqun ‘alaih)

BEBERAPA BENTUK PENYELEWENGAN

1. Sumpah palsu.

Sejarah perniagaan umat manusia telah membuktikan bahwa diantara metode yang sering ditempuh oleh banyak pedagang guna mengeruk keuntungan ialah dengan bersumpah. Sumpah sering kali dijadikan sarana guna meyakinkan calon pembeli atau penjual.

Walau demikian adanya, sikap semacam ini dalam syari’at islam sungguh tercela. Sikap seorang pedagang yang banyak bersumpah, itu menunjukkan bahwa ia telah mengkultuskan keuntungan materi, sampai-sampai nama Allah-pun turut ia jadikan sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الحَلِفُ مَنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ. متفق عليه

"Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris manis, (akan tetapi) menghapuskan keberkahan." (Muttafaqun ‘alaih)

Apalah gunanya anda mendapatkan yang besar, bila ternyata keuntungan itu tidak diberkahi Allah?

Sekali lagi, coba anda cermati hadits Nabi di atas, betapa beliau tidak membedakan antara pedagang yang bersumpah palsu dari pedagang yang bersumpah benar! Ini menunjukkan bahwa banyak bersumpah dalam perniagaan adalah perilaku yang tercela, walaupun sumpahnya adalah benar.

Adapun bila ternyata sumpahnya adalah sumpah palsu, tentu dosanya lebih besar. Bukan hanay menghapuskan keberkahan rizki, akan tetapi juga menjadi biang turunnya kemurkaan dan siksa Allah, di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَناً قَلِيلاً أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. آل عمران 77

“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (Qs. Ali Imran: 77)

Ayat ini diturunkan karena ada seseorang yang menawarkan barang dagangannya, kemudian ia bersumpah dengan nama Allah. Ia berkata pada sumpahnya: sungguh barangnya tersebut telah ditawar seseorang dengan penawaran lebih bagus dari penawaran yang diberikan oleh calon pembeli (kedua). Padahal pernawaran pertama yang ia sebutkan tidak pernah terjadi. (Riwayat Imam Bukhari rahimahullah).

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ ، هُوَ عَلَيْهَا فَاجِرٌ ، لَقِىَ اللَّهَ وَهْوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً . رواه البخاري

Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa bersumpah guna mengambil sebagian harta seseorang, sedangkan sumpahnya itu adalah palsu. Maka ia akan menghadap kepada Allah, sedangkan Allah murka kepadanya.” (Riwayat Bukhari)

Dan pada riwayat lain Nabi lebih merinci dosa yang akan ditanggung oleh pedagang yang bersumpah palsu dalam peniagaannya:

ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ ، فَمَنَعَهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا ، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ ، وَرَجُلٌ أَقَامَ سِلْعَتَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ ، فَقَالَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا ، فَصَدَّقَهُ رَجُلٌ ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً

“Tiga golongan manusia yang kelak pada hari Qiyamat, Allah tidak akan sudi memandang, dan mensucikan kepada mereka. Sebagaimana mereka juga akan mendapat siksa yang pedih: orang yang memiliki kelebihan air di perjalanan, akan tetapi ia enggan untuk memberikannya kepada orang yang sedang melintasinya. Orang yang berbi’at (janji setia) kepada seorang pemimpin, akan tetapi ia tidaklah berbai’at kecuali karena ingin mendapatkan keuntungan dunia. Bila sang pemimpin memberinya harta, maka ia ridha dan bila sang pemimpin tidak memberinya harta, maka ia benci. Orang yang menawarkan dagangannya seusai shalat Asar, dan pada penawarannya ia berkata: Sungguh demi Allah yang tiada Sesembahan selain-Nya, aku telah mendapatkan penawaran demikian dan demikian. Sehingga ada konsumen yang mempercayainya. Selanjutnya Nabi membaca ayat:

إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً

“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji(nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.” (Riwayat Bukhari)

Semoga kisah berikut cukup untuk membangkitkan motivasi pada diri anda untuk senantiasa bersikap jujur pada setiap perniagaan anda, dan tidak mudah bersumpah.

أن عبد الله بن عمر باع غلاما له بثمانمائة درهم، وباعه بالبراءة، فقال الذي ابتاعه لعبد الله بن عمر: بالغلام داء لم تسمه لي، فاختصما إلى عثمان بن عفان، فقال: الرجل باعني عبدا وبه داء لم يسمه. وقال عبد الله: بعته بالبراءة. فقضى عثمان بن عفان على عبد الله بن عمر أن يحلف له، لقد باعه العبد وما به داء يعلمه. فأبى عبد الله أن يحلف، وارتجع العبد، فباع عبد الله العبد بعد ذلك بألف وخمسمائة درهم.

Pada suatu hari, sahabat Abdullah bin Umar menjual kepada seseorang, seorang budak dengan harga 800 dirham. Pada perjanjian, sahabat Abdullah bin Umar mensyaratkan bahwa ia tidak bertanggung jawab atas segala cacat yang tidak ia ketahui (ketika akad). Selang beberapa hari, pembeli budak kembali dan menemuinya dan berkata: “Pada budak tersebut terdapat penyakit yang tidak engkau sebutkan kepadaku (di kala akad berlangsung).” Karena tidak dicapai kata sepakat, mereka berdua mengangkat perselisihan mereka ke Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu. Pembeli berkata: “Ia menjual kepadaku seorang budak yang padanya terdapat cacat yang tidak ia sebutkan (ketika akad).” Sedangkan sahabat Abdullah (bin Umar ) menjawab: “Aku menjual budak itu dengan syarat aku terbebas dari segala cacat yang tidak aku ketahui.” Menanggapi persengketaan ini, Khalifah Utsman memutuskan agar Abdullah bin Umar bersumpah (di hadapannya) bahwa ketika akad jual-beli, ia tidak mengetahui cacat yang dimaksud pada budak tersebut. Akan tetapi sahabat Abdullah bin Umar enggan untuk bersumpah, dan lebih memilih untuk mengambil kembali budak tersebut. Di kemudian hari, ia menjual kembali budaknya itu (kepada orang lain) dan laku jual dengan harga 1.500 dirham. (Riwayat Imam Malik, Abdurrazzaq, dan dinyatakan shahih oleh Al Baihaqy, dan disetujui oleh Al Hafidh Ibnu Hajar)

Demikianlah saudaraku! Bila anda meninggalkan suatu hal karena mengharapkan keridhaan Allah dan takut akan kemurkaan-Nya, pasti Allah akan menggantikan anda dengan yang lebih baik.

Demikian janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anda:

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً اتِّقَاءَ اللَّهِ جَلَّ وَعَزَّ إِلاَّ أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْراً مِنْهُ) رواه احمد وصححه الألباني

“Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah Yang Maha Agunng lagi Maha Mulia, melainkan Allah akan memberimu pengganti yang lebih baik dari yang engkau tinggalkan.” (Riwayat Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Al Albani)

2. Mengurangi Timbangan.

Diantara praktek perdagangan yang nyata-nyata menyelisihi prinsip ini ialah berbuata curang dalam urusan timbangan dan takaran.

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ . الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ . وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ . أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ . لِيَوْمٍ عَظِيمٍ . يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (Qs. Al Muthaffifin: 1-6)

Dan di antara bentuk wujud kemurkaan Allah Ta’ala kepada orang-orang yang berbuat curang dalam perniagaan ialah:

ولم ينقصوا المكيال والميزان إلا أخذوا بالسنين وشدة المؤنة وجور السلطان

“Dan tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbang, melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup, dan kelaliman para penguasa.” (Riwayat Ibnu Majah, Al Hakim, Al Baihaqy dan dihasankan oleh Al Albany)

Bila kita cermati hadits ini, kemudian kita bandingkan dengan keadaan kita sekarang, niscaya kita akan mengatakan bahwa kita telah mendapatkan bagian dari ancaman ini. Wallahul musta’an.

Saudaraku! Tegakah hati anda bila ternyata perniagaan anda adalah biang terjadinya kesengsaraan bangsa kita; paceklik, kekeringan, korupsi, perilaku sewena-wena para penguasa negri kita?

Tidakkah anda mengimpikan negeri kita menjadi negeri yang makmur dan memiliki pemerintahan yang adil? Inilah salah satu upaya yang harus anda tempuh untuk mewujudkannya. Siapkah anda mewujudkan impian anda ini? Buktikan kesiapan anda pada pola dan metode perniagaan anda.

Bukan hanya sebatas kekeringan, dan kelaliman para pengusa, akan bahkan perbuatan curang dalam perniagaan adalah salah satu sebab dibinasakannya kaum Madyan, yaitu umat Nabi Syu’aib ‘alaihis salaam, sebagaimana diceritakan dalam Al Qur’an Al Karim. (Kisah mereka disebutkan dalam Al Qur’an Al Karim surat Al A’araf 85-91, surat Hud 84-95, As Syu’ara’ 176-190)

Allah Ta’ala berfirman:

أَوْفُوا الْكَيْلَ وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَ . وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ . وَلاَ تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ . الشعراء 181-183

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; (182) dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Qs. As Syu’ara’: 181-183)

3. Menyembunyikan cacat dan kekurangan barang.

Di antara ulah sebagian pedagang yang tidak mencerminkan akan keimanannya kepada Allah dan hari akhir ialah perbuatan menyembunyikan cacat dan kekurangan barang.

Berbagai trik dan cara ditempuh oleh para pemuja harta kekayaan guna menyembunyikan cacat barang. Apapun yang anda lalukan, selama itu bertujuan untuk menyembunyikan kekurangan barang dagangan anda, maka itu adalah perbuatan tercela.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم: مر على صبرة طعام فأدخل يده فيها، فنالت أصابعه بللا، فقال: ما هذا يا صاحب الطعام؟ قال: أصابته السماء يا رسول الله! قال: أفلا جعلته فوق الطعام كي يراه الناس، من غش فليس مني. رواه مسلم

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat melewati seonggokan bahan makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam bahan makanan tersbeut, lalu jari-jemari beliau merasakan sesuatu yang basah, maka beliau bertanya: “Apakah ini wahai pemilik bahan makanan?” Ia menjawab: “Terkena hujan, ya Rasulullah!” Beliau bersabda: “Mengapa engkau tidak meletakkannya dibagian atas, agar dapat diketahui oleh orang, barang siapa yang mengelabuhi maka bukan dari golonganku.” (Riwayat Muslim)

Karenanya, sudah saat bagi anda untuk senantiasa bersikap transparan dalam perniagaan anda. Jelaskan apa adanya, kabarkan sebagaimana yang anda ketahui, niscaya Allah akan memberkahi perniagaan anda.

Demikian, semoga apa yang disampaikan di sini bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan kejujuran kepada diri kita, dalam tutut kata, perbuatan dan lainnya, amiiin.

***

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Artikel www.pengusahamuslim.com

Menyibak Permata Di balik Mahabbatullah

Menyibak Permata Di balik Mahabbatullah

“Dari Abu Hurairah ra. Berkata,

Rasulullah SAW perbah bersabda:

“Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, sungguh Aku telah menyatakan berperang terhadapnya, tiada seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang Aku fardlukan atasnya. Hamba-Ku senantiasa melakukan ibadah nafilah himgga Aku mencintainya, dan jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, dan menjadi penglihatannya yang dia melihat dengannya, menjadi tangan yang dia memegang dengannya, dan menjadi kaki yang dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya dan jika dia memohon perlindungann kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya”.

(Al-Hadits).

Sudah menjadi fitrah manusia ingin merasakan cinta dan dicintai. Tidak lengkap rasanya hidup tanpa adanya cinta. Tidak sempurna keberadaan seseorang tanpa cinta. Tak lengkap keberadaan Nabi Adam tanpa Siti Hawa, walaupun berada di surga yang penuh dengan kenikmatan. Bagai sayur tanpa bumbu. Bagai roti tanpa gula. Terasa ambar tak terasa. Damai hati bersama kekasih. Merana hati dikala jauh dari kekasih. Hati yang dilanda cinta terasa berada ditaman yang bertabur bunga, bau harum semerbab mewangi. Elok, indah, dan sedap dipandang mata. Kumbang-kumbang dengan riang gembira menari-nari di pucuk dedaunan menikmati keindahannya.

Cinta tumbuh bersemi dari perkenalan. Jika tak kenal, maka takkan ada namanya cinta. Kenal bermula dari tahu. Rasa ingin tahu mendorong seseorang untuk mengenal sesuatu dari dekat. Pepatah mengatakan: “Tak tahu, maka tak kenal. Tak kenal, maka tak cinta”. Sekedar tahu belumlah cukup untuk orang itu terpikat. Namun, tahu itu mendorong seseorang untuk mengenal. Dengan mengenal sejatinya sesuatu, hati terpesona oleh keindahan dan keelokannnya, kemudian terpikat dan terjerat api cinta. Demikian pula kita temukan peribahasa: “Dari mana datangnya lintah, dari paya turun ke kali. Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati”.

Seorang maha siswa sedang menyusuri teras kampus menuju perpustakaan, tiba-tiba berpapasan dengan gadis yang cantik rupawan menebar bau harum. Kedua bola mata maha siswa ini tak berkedip terpesona dengan kecantikan gadis itu. Wajahnya cantik rupawan, kulitnya halus kuning langsat, rambutnya panjang terurai hitam mengkilat, bola matanya sipit, pandangannya redup, suaranya lebut, dan langkah-langkahnya lemah gemulai. Sungguh sempurna penciptaannya. Tahunya pemuda ini mendorongnya untuk mengetahui tentang siapa namanya, di mana alamatnya, kuliyah di mana, jurusan apa, semester berapa?. Pertanyaan-pertanyaan ini maunya segera terjawab. Berbagai carapun dia lakukan untuk mengenalnya. Lewat SMS, lewat surat, dan teman-teman dekatnya. Dia pun memberanikan diri untuk berkenalan. Akhirnya, dia pun terjerat panah asmara dengan gadis itu. Perkenalan membawanya pada rasa cinta.

Seorang pengusaha kaya raya suatu kali menghadiri pameran mobil mewah merk terkenal. Dua matanya tertuju pada sebuah mobil trendi. Bodinya keren, mesinnya halus, teknologinya canggih, motif dan warnanya serasi sesuai dengan selera hatinya. Dia pun menjadi penasaran ingin mengenal mobil itu dari dekat. Bahkan, dia ingin segera mencobanya. Semakin dia dekat dan kenal dengan mobil itu, semakin terpikat hati ingin memilikinya. Dia kerahkan segenap kemampuannya untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, agar bisa membelinya. Terasa lega dikala mobil yang diharapkan sudah berada dalam genggaman.

Demikianlah, cinta kepada Allah SWT. bermula dari kenal (ma’rifah) kepada-Nya. Siapa Allah Al-’Alaa, apa nama-nama-Nya, bagaimana sifat-sifat kebesaran-Nya. Mengenal Allah dari dekat, memicu seseorang untuk mencintai-Nya. Betapa Maha Agung Rububiyah dan Uluhiyah-Nya. Betapa Maha Rahman Rahimnya Allah terhadap semua hamba-Nya. Semua dikasih, baik yang taat atau pun yang durhaka, yang beriman maupun yang kafir. Hamba yang dikasih tidak terpilih dan hamba yang disayang tidak terbilang. Allah begitu dekat dengan hamba-hamba-Nya. Lebih dekat dari urat nadi manusia. Hanya hamba yang berhati batu yang tidak bisa merasakan kedekatan-Nya. Betapa besar kasih sayang Allah kepada semua hamba-Nya. Manusia bisa makan-minum dengan lahap semua nikmat Allah, bernafas dengan lega, berjalan dan berlari dengan dua kaki ini. Dia memberi kita dua mata, dengan keduanya kita bisa melihat keindahan panorama alam, wujud kebesaran dan keagungan Allah. Dan masih banyak sekali nikmat-nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya sebagai bukti bahwa Allah menyayangi makhluk-Nya. Tetapi, Allah tak pernah meminta imbalan, walaupun cuma sekali. Hanya keimanan di dasar lubuk hati yang diimplementasikan dalam ketaqwaan dan menjauhi larangan-Nya sebagai wujud rasa syukur hamba atas semua nikmat-Nya. Hamba yang buta mata hatinya tidak dapat peka terhadap kasih sayang Allah. Bagi hati yang buta, sejuta pelita tak akan banyak berarti baginya.

Cinta adalah perhiasan hidup yang mempercantik kehidupan. Semuanya membutuhkan akan cinta. Cinta menyulap seseorang yang lemah menjadi perkasa, yang susah menjadi riang gembira, yang waras menjadi gila, dan yang sadar menjadi melayang. Dengan cinta, hilang rasa letih, lupa permasalahan, dan hidup menjadi optimis. Cinta itu buta dan tuli. Tidak perduli dengan orang di sekitarnya, yang terpenting dia bersama kekasihnya. Cinta yang menggelora akan menjadi ruh kehidupan. Semua gerakan kehidupannya digerakkan dan dimotifasi oleh rasa cinta. Jika kekasihnya senang, dia merasa senang. Jika kekasihnya dirundung duka, dia ikut merana. Cinta menyatukan dua hati yang berbeda. Badai gelombang akan dihadapi dengan tenang asal dekat dengan kekasihnya. Detak jantung memendam rasa kerinduan.

Demikian pula, jika seorang hamba telah jatuh cinta dengan Rabbnya. Kekurangan fisik dan materi bukanlah penghalang untuk dapat bermesraan dengan Rabbnya. Rasa cinta kepada-Nya menjadi ruh kehidupannya. Hatinya terus terpaut memendam rasa rindu kepada-Nya, lisannya selalu basah mengingat-Nya. Asma-asma-Nya yang agung menyelinap di selah-selah irama kehidupannya. Lantunan ayat-ayat qouliyah-Nya menggema di semua sisi kehidupannya. Pikirannya tajam menyingkap kebesan-Nya dibalik apa yang terlihat oleh mata. Seluruh tenaganya dipergunakan untuk meraup kebahagiaan Kekasihnya. Tidaklah keluar butiran-butiran peluh dari tubuhnya, kecuali untuk mengais kasih sayang-Nya. Tidak bergalir darahnya, kecuali mengharap kedekatan dengan-Nya. Damai rasa hati bersama-Nya. Tentram jiwa bermesraan dengan-Nya. Tak ada pesona terindah melebihi keindahan ketika bersama Kekasihnya. Kalau cinta membara, maka hati, pikitan, dan jiwa tercurah kepada Kekasihnya. Cinta hamba kepada Sang Kholiknya, mempunyai kekuatan dasyat untuk memenuhi panggilan Kekasihnya. Hamba yang tersulut api cinta, dia akan mengorbankan apa saja untuk memenuhi tuntutan Kekasihnya. Jauh terasa dekat. Berat terasa ringan. Sulit terasa mudah. Pahit terasa manis. Jalan terjal mendaki akan dilalui. Gunung tinggi akan dilewati. Lautan luas akan disebrangi. Badai gelombang tak gentar akan dihadapi dengan tenang dan hati lapang bagi hamba yang tersandung cinta dengan Kholiknya.

Insan yang terpana asmara dengan Allah Al-Rahim, segera melangkah untuk menunaikan shalat lima waktu dengan khusyu’ dikala panggilan Kekasihnya dikumandangkan. Dia akan qiyamul lail pada saat kebanyakan manusia terlena dengan impinya. Dibasuh muka dan disucikan anggota tubuhnya, dia gelar sajadah, dia tundukkan hati dan jiwanya memenuhi seruan Rabbnya. Putaran tasbis tak terhitung jumlahnya. Nama kebesaran-Nya mengalir deras dari lisannya. Derai air mata tanda bahagia mengalir membasahi kedua pipinya. Suara lirih dia bisikkan pantun-pantun cinta di hadapan Kekasihnya. Begitu dalam rasa cinta yang tersimpan di dalam hatinya. Dia pejamkan kedua matanya dari pandangan yang tak diingi Pujaannya. Dia hentikan semua prilakunya dari kemaksiatan yang dibenci-Nya. Dia kemas kado termahal dan terindah, saat pertemuan dengan mengikhlaskan semua ibadahnya. Dia tak akan berbuat sebelum dia bertanya kepada Kekasihnya … Allah SWT. : “Apakah Allah ridla atau tidak terhadap dirinya, Apakah Allah suka atau tidak dengan kelakuannya, dan apakah Dia akan menerima perbuatan atau menolak amal yang di madukan dengan yang lain?”. Jika Dia senang dan ridla, maka segera dia persiapkan semuanya dengan hati tulus dan senang. Kelezatan iman terasa mengiringi hidup hamba yang terjerat panah asmara dengan Rabbnya. Subhanallah.

Cinta yang tumbuh subur di dalam sanubari seorang hamba dapat melupakan dia terhadap segala-galanya. Tak akan banyak berarti baginya kemewahan tanpa keidlaan Kekasihnya. Tak akan berharga kedudukan tinggi, jika Dia berpaling muka darinya. Tak akan bernilai apa yang dia lakukan dan dikumpulkan dengan susah payah, ketika Dia enggan menerimanya lantaran diduakan dengan yang lainnya. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Satu tahun terasa satu bulan. Satu bulan terasa satu minggu. Satu minggu terasa satu hari. Sehari terasa satu jam. Satu jam terasa satu menit. Dan semenit terasa satu detik. Semua waktunya dipersembahkan kepada Sang Pujaan hatinya. Tiada waktu yang berlalu, kecuali bersama Sang Tambatan hati. Dia jadikan 24 jam bersama Kekasihnya Yang Maha Agung. Subhaanallah, betapa indah hidup hamba penuh rasa cinta dengan Kekasihnya. Inilah sejatinya cinta. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sejatinya cinta berada dalam tiga perkara, yaitu dia akan senang memilih ucapan kekasihnya dari pada ucapan selainnya, dia akan memilih duduk bersama kekasihnya dari pada duduk dengan selainnya, dan dia akan memilih ridla kekasihnya dari pada memilih ridla selainnya”. (al-Hadits).

Sedangkan kecintaan seorang hamba kepada sesuatu selain Allah SWT, tidak dapat dikatakan cinta sejati atau cinta yang tulus. Karena di dalam cintanya terdapat hasrat terselubung. Pepatah mengatakan: “Ada udang di balik batu”. Cinta seorang pemuda kepada seorang gadis tidak dapat dikatakan cinta sejati, karena boleh jadi, kecintaannya karena kecantikannya, hartanya, atau cinta yang dislimuti oleh sahwat seksual. Lihatlah!, setelah sang buah hati lahir, wajah istri mulai berkerut dan keriput, rambut mulai beruban, maka cintanya mulai terbagi dan memudar. Kalau cinta seorang pemuda karena kecantikannya, maka cintanya akan lenyap bersamaan dengan hilangnya kecantikannya. Jika karena hartanya, cintanya akan hilang bersama dengan susutnya harta kekayaannya. Tidak ada yang kekal di dunia ini, termasuk kecantikan, kedudukan dan kekayaan. Kecantikan dan kekayaan akan sirna ditelan jaman. Dan akan menjalani proses perhitungan kelak yaumal kiamah.

Betapa seorang istri menangis meratap pada saat kepergian suami tercintanya, tetapi setelah beberapa bulan kemudian cinta terhadap suaminya tadi sudah hilang, berganti kecintaannya kepada lelaki yang lain. Dia lupa akan suami yang pernah menjadi tambatan hati dan tumpuan hidupnya dahulu. Cintanya pudar dan lenyap ditelan masa.

Lihat pula!, bagamana cintanya seorang hartawan kepada mobil barunya. Dirawatnya setiap hari, dijaga dengan hati-hati sekali, dicuci setiap hari, dikontrol oli dan bensinya, dan dicek kondisi mesinnya. Dipakai mobil itu dengan hati yang was-was takut tergores. Semakin mahal harga mobilnya, semakin was-was menggunakannya. Betapa dia memanjakan kendaraan itu. Kecintaannya terhadap mobil itu mengalahkan cintanya kepada anak istrinya. Tetapi, setelah mobil sudah usang, berulang kali mengalami kerusakan, di jalan tanjakan sering mogok, dan catnya mulai memudar, maka kualitas cintanya ikut memudar. Cinya hanya kamuflase belaka. Setelah dia mendapat apa yang diingini, dia campakkan begitu saja. Habis manis sepah dibuang.

Seorang ibu rumah tangga begitu menyukai aneka bunga. Teras rumah dan halamannya ditanamii dengan bunga-bunga yang elok rupawan. Dia tata dan dirawat bunga itu dengan hati-hati. Dahan dan daun kering disiangi. Sesekali dipindah ke dalam pot baru yang lebih bagus. Tidak lupa juga dilakukan peremajaan tanahnya dengan memberi pupuk dan disirami setiap hari, agar tanah menjadi gembur dan subur. Begitu besar dia mengharapkan keindahan dan kesejukan di rumahnya. Apapun dilakukannya. Waktunya tercurahkan untuk merawat bunga itu. Walhasil, memang bunga tumbuh dengan suburnya, tanpak panorama warna-warni bunga memperindah rumahnya. Bau harumpun menyebar di seleruh sudut rumahnya. Diciumi dan dibelai-belai bunga itu pagi dan sore. Tetapi, setelah bunga-bunga itu beranjak tua dan layu, kuntumnya berguguran, daunya menguning, dahan dan rantingnya mengering, maka cinta ibu itu mulai surut, bahkan sudah hilang sama-sekali. Dicabuti bunga-bunga kering itu, kemudian ditumpuk di tempat sampah, disiram minyak tanah, lalu dibakar semua. Habis sudah cintanya bersamaan dengan terbakarnya bunga itu.

Begitulah cinta insan terhadap selain Allah SWT. Mula-mula bergejolak, kemudian berangsur-angsur pudar dan akhirnya hilang sama sekali. Sehingga ada pepatah mengatakan bahwa: “siapa yang cinta kepadamu karena sesuatu, niscaya dia akan berpaling darimu setelah dia mendapatkan apa yang diaharapkan darimu”.

Berbeda dengan seorang yang cinta kepada Rabbnya yang selalu segar dan indah. Semakin dia mencintai-Nya, Dia pun semakin cinta kepadanya. Bila diri telah jatuh cinta dengan Rabbnya, maka terasa tak berguna segala apa yang ada. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki siap dikorbankan jika Dia ingini. Di mana dia menatap yang tampak adalah Wajah-Nya. Deburan ombak yang bergelombang, bintang bertaburan di langit, saat mentari menyinari bumi, pepohonan yang menghijau, hamparan luas padang rumput, gurus sahara yang tak berair, lautas lusa yang tak bertepi, hiruk-pikuknya perkotaan, lalu-lalang manusia di tengah-tengah mereka berusaha mengais rizki, maka yang tampak di balik semuanya adalah Keagungan Allah ……. Kekasihnya.

Allah berfirman:

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ

“kemanapun kamu menghadap, maka yang tampak hanyalah wajah Allah”.

(QS. Al-Baqarah:115).

Dalam keadaan apapun dia selalu yang dingatnya adalah Allah SWT. Allah berfirman:

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا وَّعَلَى جُنُوْبِهِمْ ….

Mereka ingat kepada Allah diwaktu berdiri, duduk, dan berbaring..

(QS. Ali Imran: 191).

Bahkan jika namanya disebutkan jiwanya bergetar, tubuhnya panas dingin, detak jantung pun menderas, dan hatinya gelisah, seakan-akan dia akan bertemu dengan Kekasihnya. Semakin bertambah rasa cinyanya kepada-Nya. Firman Allah SWT:

“Sejatinya orang-orang yang beriman itu ialah apabila disebut nama Allah gemetar hatinya. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya bertambah imannya, mereka bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Al-Anfal: 2).

Jika diri telah tenggelam dalam mencintai Allah, maka dia akan merasakan lezatnya iman, terasa indahnya kehidupan, terasa sahdunya menjadi penghuni bumi ini. Begitu nikmat saat tegak berdiri dalam kekhusyu’an shalat, alangkah lezatnya saat lisan basah dengan berdzikir, begitu lega dan bahagianya ketika dapat berbagi dengan sesama. Dilalui alur-alur kehidupan dengan rasa ridla dan syukur yang mendalam terhadap anugerah Ilahi. Inilah sejatinya hidup _nsane di dunia ini. Menjalani perintah Allah dengan rasa syukur dan menjauhi larangan-Nya dengan keridlaan. Di sinilah sesungguhnya berakarnya sikap ridla. Ridla tak akan ada jika tak ada mahabbah. Cinta menimbulkan ridla, dan sifat ridla menimbulakan rasa syukur, dan ridla dan syukur inilah membuahkan perasahaan tuma’ninah, sakinah, sa’adah, dan istiqomah.

Jadi, _nsane yang dapat merasakan kecintaan kepada Allah Ta’ala, dia akan selalu bersama Allah. Tangannya akan bekerja dengan izin Allah, kakinya berjalan dibimbing oleh Allah, matanya melihat dengan keagungan Allah, hatinya selalu mengingat Allah. Pikirannya tertumpu pada kebesaran Allah. Lisannya terus bertasbih memuji Allah. Nafasnya keluar-masuk dengan teratur beriringan dengan nama-nama Allah. Batinnya tentram, damai, lapang, bahagia, dan lembut terpikat kelembutan Sang Maha Lembut. Semua ini merupakan anugrah Allah yang sangat besar. Rasa cinta ini akan diperoleh seorang hamba, jika dia mampu melepaskan diri dari balutan harta haram, melanggengkan dzikir, mengenal Allah lebih dekat, taubatan nasuha dari semua dosa, zuhud terhadap dunia, istiqomah dalam beribadah, senang menunaikan ibadah nafilah, ikhlas dan diawali dengan niat karena Allah dalam semua amalnya, dan selalu berdo’a kepada Allah, agar Dia berkenan memberikan cintanya kepada kita. Semoga kita semua menjadi _nsane yang dicintai dan mencintai Allah ta’ala. Amin. Wallahu a’lam.

Ajak diri merenungi diri ………

Sudah berapa lama Allah memberi kita usia?…

Berapa banyak kita nikmati karunia-Nya?…..

Sudahkah semuanya elat kita syukuri?……

Sudahkan asma Allah mengiringi nafas kita? ….

Sudahkan kita memandang dengan cinya-Nya?…..

Sudahkah kita berjalan dengan cinta-Nya?………

Ya Rabb, Engkaulah tujuanku……….

Ya Rabb, Ridla-Mu harapanku…….

Rahmat-Mu dambaanku……..

Hamba-Mu yang dlo’if ini menghadap kehadirat-Mu

Berikan kepadaku akan cintamu……

Anugerahkan kepadaku ma’rifat dan mencintai-Mu

Cintailah hamba seperti Engkau mencitai kekasih-Mu..

Amin.

Jumat, 02 April 2010

Pentingnya Tenang Dalam Setiap Ujian




Pentingnya Tenang Dalam Setiap Ujian

Setiap individu baik remaja, dewasa atau orang tua, sudah semestinya pernah menghadapi masalah dalam hidup. Kata orang hidup tanpa masalah bukan hidup namanya. Berlegar dari masalah yang paling besar hinggalah masalah yang paling kecil, semuanya tetap dinamakan masalah. Cuma masalah yang dihadapi oleh seseorang itu berbeza. Bagaimana cara untuk mengatasinya juga adalah juga satu masalah. Namun hakikatnya setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Biasanya sebelum masalah itu selesai kita akan berasa sangat tertekan, hampir putus asa kerana tidak tahan menghadapinya.

Antara masalah yang wujud di persekitaran kita ialah masalah kemiskinan, kehilangan orang tersayang, masalah cinta, pertengkaran dengan ibu bapa, corot dalam peperiksaan serta beribu-ribu masalah lagi. Masalah juga boleh menyumbang kepada masalah yang lain, contohnya masalah remaja yang tidak tahan dengan leteran ibu bapanya boleh membawa remaja itu kepada masalah lepak, pergaulan bebas, dirogol, diculik dan juga mungkin dibunuh. Masalah yang kecil apabila tidak ditangani dengan baik boleh membawa kepada mudarat yang amat besar.

Setiap hari kita tidak akan terlepas dilanda dengan masalah, sekiranya bukan kita yang bermasalah, orang lain pula yang mendatangkan masalah. Oleh itu kita perlu bersedia menghadapi permasalahan tersebut dan cuba mencari kaedah untuk mengatasinya. Di sini saya ingin mengajak Anda sama-sama kita renung sejenak apa sebenarnya maksud setiap masalah itu, kaedah untuk mengatasinya serta panduan menghadapi masalah dengan tenang.

UJIAN IMAN

Masalah sebenarnya adalah ujian Allah kepada kita untuk mengukur sejauh mana tahap keimanan dan ketakwaan kita terhadap-Nya. Sebab sebagai manusia kita sering terlupa serta lalai dengan tanggungjawab kita sebagai hamba Allah apabila hidup kita sentiasa dilimpahi kesenangan dan kemewahan. Lebih-lebih lagi ketika usia remaja, hidup penuh dengan keseronokan dan sentiasa ingin mencuba sesuatu yang baru walaupun perkara itu jelas haram di sisi agama dan menyalahi undang-undang dunia, contohnya mengambil dadah dan hanyut dengan maksiat, dengan adanya ujian seperti ini, ia akan kembali mengingati apakah hidup kita selama ini mengikuti peraturan atau landasan yang telah ditetapkan oleh Allah ataupun telah jauh menyimpang.

Setiap masalah, kesukaran, kesakitan dan apa jua yang menyeksa jiwa adalah merupakan ujian dari Allah untuk menguji sejauh mana iman kita. Iman perlu kepada ujian. Ini jelas sebagaimana maksud firman Allah :

"Adakah manusia itu menyangka bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan; "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta." ( al-Ankabut: 2 - 3)

DARJAT DI SISI ALLAH

Ujian atau dugaan yang datang adalah dari Allah, sama ada ujian itu sebagai ‘kifarah’ dosa yang telah kita lakukan atau untuk mengangkat darjat kita di sisi-Nya. Allah juga tidak menduga hamba-hamba-Nya tanpa mengambil kira kesanggupannya atau keupayaan mereka untuk menghadapinya, ujian dan dugaan yang diturunkan Allah kepada hambanya adalah seiring dengan keupayaan individu itu untuk menyelesaikan masalahnya. Ini bersesuaian dengan firman Allah dalam surah al-Baqarah:286 yang bermaksud “ Allah tidak membebankan seseorang melainkan dengan kesanggupannya”.

Oleh itu sekiranya kita berhadapan dengan masalah, cubalah bawa bertenang, bersabar dan setkan dalam minda bahawa kita sedang diuji oleh Allah, orang yang melepasi ujian itu adalah orang yang berjaya dan mendapat kedudukan yang mulia di sisi Allah.

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Syurga untuk mereka." ( at-Taubah: 111)

CARA MENGATASI MASALAH

1. Sandarkan Harapan Pada Allah

Setiap ujian yang datang sebenarnya mempunyai banyak hikmah di sebaliknya. Yakinlah bahawa setiap kesusahan yang kita tempuhi pasti akan diganti dengan kesenangan. Ini bersesuaian dengan firman Allah dalam surah al-Nasyrah ayat 1hingga 8 yang antara lain maksudnya “ …Sesungguhnya selepas kesulitan itu pasti ada kemudahan….”

"Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada Tuhan selain dari-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakal."( At-Taubah: 129)

2. Minta Pertolongan Dari Allah

"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan yang sabar dan dengan mengerjakan solat; dan sesungguhnya solat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk." ( al-Baqarah: 45)

3. Jangan Sedih dan Kecewa

"Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi darjatnya jika kamu orang-orang yang beriman." ( al-Imran:139)

Yakinlah dengan janji Allah itu dan jangan cepat putus asa dengan masalah yang dihadapi sebaliknya tingkatkan usaha dan kuatkan semangat untuk mengatasinya, lihat maksud firman Allah di bawah:

“ ...dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir”( Yusuf : 12)

4. Luahkan masalah tersebut pada teman-teman yang dipercayai, walaupun dia mungkin tidak dapat membantu, tetapi sekurang-kurangnya ia dapat meringankan beban yang kamu tanggung.

5. Bandingkan masalah kita dengan masalah orang lain, mungkin masalah orang lebih besar dari masalah kita, perkara ini juga boleh membuatkan kita lebih tenang ketika menyelesaikan masalah.

Ujian yang datang juga tandanya Allah sayangkan kita. Jadi ambillah masa untuk menilai diri dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dalam apa jua yang kita lakukan. Lakukanlah untuk mencari redha Allah. Fikir dengan positif bahawa setiap dugaan datang dari Allah dan pasti ada hikmah yang tersendiri.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." – (al-Baqarah: 216)

Kamis, 01 April 2010

SIMPONY


Aku melangkah dengan langkah indahku untuk ke luar rumahku agar aku dapat menatap langit yang biru...
Dengan membawa Indahnya senyuman yang menggambarkan begitu besar CintaMu...
Senyuman yang dapat bercerita tentang indahnya Mahabbah Rabbku...
Keindahan yang tidak mampu dapat ditorehkan oleh tinta...
Atas Karunia Rabbku, aku mampu mempermanis manisnya senyum Indahku...
Agar dapat membawakan suatu gambar yang lebih Indah kepadamu tentang Keindahannya...
Karena aku tak mampu dapat menggoresnya pada sebuah kertas...
Aku datang dengan membawa segengam senyum di bibirku...
Agar dapat menggambarkan kepadamu tentang Indahnya Karunia itu melalui senyuman Indahku...
Sebagai bingkisan dariku kepadamu, Wahai jiwa-jiwa tenang yang penuh ketentraman...
Sehingga berpijarlah Karunia yang menghiasi dunia dengan Selendang Cahayanya...
Karunia yang hendak memberikan ketentraman bagi jiwa-jiwa yang tenang...
Yaa Rabb, tak ada dariku yang dapat melukiskan MahabbahMu, Kecuali Senyuman Indah ini...
Maka, Izinkanlah Senyuman ini dapat menjadi pena yang dapat melukiskan Indahnya MahabbahMu di Tempat aku berpijak...
Hingga Karunia itu dapat menguatkan pijarnya lagi ketika sempat terlelap dalam padamnya...
Allahuma Amiiin...

Cinta dan Kasih Sayang, Prinsip Utama Islam

Cinta dan Kasih Sayang, Prinsip Utama Islam


Sesungguhnya kita bisa mengatakan bahwa inti dari keseluruhan ajaran Islam itu adalah kasih sayang. Mulai dari sumber asal (Allah SWT), kitab pedoman (Al Quran), dan aplikasi praktisnya (Muhammad SAW) adalah kasih sayang
Belum lama setelah Nabi SAW wafat, Abu Bakar al-Shiddiq yang terpilih menjadi khalifah mendatangi Aisyah dan bertanya kepadanya, apa gerangan yang sering dilakukan oleh Nabi SAW yang belum ia penuhi?
Aisyah kemudian menunjuk bahwa di kampung sana ada seorang perempuan Yahudi, sudah sangat tua lagi buta, dan dari mulutnya selalu keluar ucapan cercaan, makian, hinaan dan kecaman terhadap Muhammad.
Nabi SAW saban hari datang mengunjunginya, memberi makan dan merawat perempuan tua ini dengan penuh kasih sayang. Perempuan tua ini sama sekali tidak tahu bahwa yang merawatnya ini adalah manusia agung yang selalu dicerca dan dimakinya itu.
Ketika Abu Bakar kemudian menemukan perempuan tua tersebut, Abu Bakar pun mencoba mendekati dan mencoba melakukan seperti yang dilakukan Nabi SAW terhadapnya. Akan tetapi, baru pada suapan pertama, nenek tua itu memuntahkan apa yang sudah masuk ke mulutnya, dan berkata dengan sangat marah, "Siapa kamu?" Pasti bukan kamu yang sering datang menyuapi dan merawatku. Tidak seperti itu cara dia memperlakukanku."
Abu Bakar al-Shiddiq menjawab, "Betul nek, memang bukan aku. Orang yang sering mendatangi nenek tersebut telah meninggal dan dia adalah Muhammad SAW." Mendengar nama Muhammad disebut, nenek tua tadi tersentak kaget, sungguh berbeda dengan apa yang ada di benaknya selama ini, tapi dia masih sempat mengucap syahadat, lalu meninggal.
Sungguh amat agung pribadi Nabi. Celaan, cemoohan, cercaan, makian, rasa benci, sang nenek Yahudi sama sekali tidak membuat sifat agungnya tercederai sedikit pun. Dia tetap merawatnya dengan sepenuh kasih sayang.
Satu bukti yang menegaskan keagungan sifat yang sangat pengasih dan penyayang. Tidak heran jika banyak musuhnya yang kemudian menjadi pembela dan sahabat setianya. Tidak heran juga jika sahabat-sahabatnya begitu amat mencintainya melebihi cintanya bahkan kepada dirinya sendiri dan keluarganya.
Abu Sufyan, musuh besar Nabi terkagum-kagum dan berkata,...'Sungguh aku belum pernah melihat seorang pun yang dicintai sahabatnya sebagaimana sahabat Muhammad mencintainya'...". Tidak heran, karena Allah sendiri memuji pribadi agung itu, wa innaka la 'ala khuluqin adhim (sungguh telah ada pada dirimu perangai akhlak yang agung).

Dari mana sih sifat kasih sayang Nabi itu? Mengapa dalam diri beliau tertanam sifat yang amat penuh cinta dan kasih itu?
Dalam hal ini, ada tiga hal yang mungkin bisa dijelaskan terkait dengan pribadi agung ini. Yang pertama adalah Allah SWT sebagai pendidiknya yang utama, dan yang mendidiknya secara langsungnya, yang diakui oleh nabi sendiri, Addabani rabbi fa ahsana ta'dibi (Tuhanku telah mendidikku dan mendidikku dengan pendidikan terbaik). Sebagai pendidik paling agung, Allah sendiri melalui Al Quran menginformasikan kepada kita bahwa Dia sendiri telah mewajibkan atas dirinya sifat kasih sayang, kataba 'ala nafsihi al-rahmah.

Pedoman Hidup
Dari sini kemudian kita bisa menebak dan mengetahui bahwa apa pun yang diturunkan dari-Nya pastilah produk dari sifat kasih sayang tersebut. Mulai dari pengutusan para nabi dan rasul yang tugasnya membimbing manusia, menurunkan kitab suci (ayat qauliyah) yang merupakan firmannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup. Alam semesta (ayat kauniyah) yang ditundukkan kepada manusia untuk dikelola dan dikhalifahi sesuai petunjuk-Nya, dan lain-lain. Kasih sayang itulah yang mendasari semua yang ada ini. Ini yang penting dicatat sebagai sebuah paradigma mendasar dari keseluruhan ajaran Islam itu sendiri.
Khusus yang terlihat dari kitab-Nya (ayat qauliyah), seabrek ayat yang menunjuk langsung kepada sifat rahmah ini dapat kita lihat dari ratusan jumlah kata rahmah atau derivasinya yang ada di dalam Quran, setiap surah kecuali surah Bara'ah dimulai dengan basmalah (Bismillahirrahmanirrahim)
.
Bahkan ada surah yang dinamai surah al-Rahman (surah kasih sayang). Allah sebagai sumber kasih sayang tersebut, dengan kasih sayangnya tidak hanya menurunkan kitab petunjuk, tapi juga mengutus rasul sebagai contoh hidup, aplikasi nyata dari kitab itu atau yang biasa diistilahkan dengan Quran berjalan.
Dialah Muhammad SAW. Allah sendiri lewat Al Quran menyatakan, Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil-'alamin (Tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Ketika Aisyah ra ditanya tentang akhlak Nabi SAW, Aisyah menjawab, kana khuluquhu Al Quran (Akhlak beliau adalah Al Quran).
Apa yang penulis ceritakan di atas adalah secuil dari episode panjang perjalanan hidup beliau dalam menerapkan prinsip kasih sayang tersebut. Beliau juga pernah bersabda, irhamu man fi al-ardhi yarhamkum man fi al-samai.
Kutipan cerita nenek Yahudi yang sangat membenci Nabi SAW tersebut menegaskan dan meyakinkan kita betapa prinsip kasih sayang itulah yang menjadi core, prinsip Islam yang paling utama, tanpa melihat kepada siapa obyek kasih sayang itu ditujukan.
Dengan demikian, sesungguhnya kita bisa mengatakan bahwa inti dari keseluruhan ajaran Islam itu adalah kasih sayang. Mulai dari sumber asal (Allah SWT), kitab pedoman (Al Quran), dan aplikasi praktisnya (Muhammad SAW) adalah kasih sayang.

Prasangka Baik
Seluruh perintah dan larangan ajaran agama atau dengan kata lain, hukum Islam, pinsipnya adalah kasih sayang. Hukum menjadi sarana bagi kita memastikan setiap orang mendapatkan kasih sayang. Bahkan prinsip surga dan neraka adalah kasih sayang.
Neraka tidaklah Allah jadikan secara sengaja untuk menghukum hambanya yang berdosa, tapi di balik itu ada prinsip kasih sayang yang mendasarinya. "Rahmatnya mendahului murka-Nya" demikian salah satu hadis Nabi saw yang kita baca.
Para ulama kita memaknainya, "bahkan di dalam murkanya sekalipun, di balik musibah yang menimpa kita misalnya, sesungguhnya tersimpan kasih sayang-Nya."
Tentu kalau prinsipnya kasih sayang, akan melahirkan cara pandang, cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak yang pasti akan berbeda dengan yang lain. Prinsip ini juga yang membuat Islam menjadi inklusif karena pendekatannya kepada orang lain adalah kebaikan hati, berpikir potitif, dan prasangka baik.
Ketika seorang pemuda mendatangi majelis Nabi SAW dan dengan terus terang menyatakan keinginannya untuk berzina, karena dia tidak dapat menahan dirinya, para sahabat dalam majelis itu bereaksi. Ada yang mencelanya, ada yang menarik bajunya, dan ada juga yang siap untuk memukulnya.
Akan tetapi, Nabi SAW dengan penuh kasih menarik sang pemuda itu mendekat kepadanya, dan mulai berbicara dengannya dari hati ke hati. "Relakah kamu jika ibumu juga dizinai oleh seseorang?" Demikian antara lain isi pembicaraan Nabi SAW yang sama sekali di luar dugaan pemuda itu, dan begitu menohok sisi terdalam kemanusiaannya, yang kemudian membuatnya kehilangan semua keinginannya untuk berzina.
Sebagai hamba Allah SWT Yang Maha Pengasih, yang mempedomani kitab suci Al Quran, dan menauladi Muhammad SAW, kita tentu sangat dituntut untuk memancarkan prinsip kasih sayang tersebut kepada alam semesta secara keseluruhan. Ala kulli hal, kasih sayang itu harus kita pancarkan setiap saat, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari kepada siapa pun dan kepada seluruh makhluk-Nya.
Kasih sayang dalam Islam sungguh tidak mengenal waktu khusus, seperti yang dirayakan sebagian besar anak-anak muda kita dewasa ini, dan kasih sayang yang mereka kenal justru sangat bertentangan dengan kasih sayang yang diajarkan Islam.***

Kiat Sukses Berteman Tanpa Konflik


Kiat Sukses Berteman Tanpa Konflik


Hidup bermasyarakat memang sudah menjadi keharusan bagi siapa saja yang hidup di dunia ini. Adakah orang yang bisa hidup sendiri tanpa orang lain? Tentu saja tidak ada. Berbagai macam manusia dengan aneka karakter membuat kita harus bisa menempatkan diri dengan baik. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sebagai teladan ummatnya memilik akhlak yang paling luhur. Beliau shallallahu’alaihi wasallam mengajari kita bagaimana cara berinteraksi dengan sesama muslim bahkan dengan orang kafir sekalipun. Hal ini sebagamana diterangkan dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya,
“Sungguh Engkau (Muhammad), seorang yang berbudi pekerti luhur.” (Qs. Al Qolam: 4)
Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Wahai saudariku, semoga Allah Ta’ala merahmatiku dan dirimu. Marilah kita simak apa yang Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam jelaskan berikut ini dengan pendengaran kita. Dan marilah kita perhatikan apa yang beliau ajarkan kepada kita dengan penglihatan dan mata hati kita. Dengan mata, telinga dan hati seseorang mampu mengambil pelajaran, sehingga apa yang kita simak tersebut bisa menghujam dan tertanam dalam-dalam dalam hati, biidznillahi Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya yang pada demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qs. Qaf: 37)
Di antara kiat berinteraksi dengan sesama muslim yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam adalah:
Memperlakukan Orang Lain Sebagaimana Ia Menyukai Hal Tersebut Diperlakukan untuk Dirinya
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka ketika maut menjemputnya hendaknya dia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, memperlakukan orang lain sebagaimana pula dirinya ingin diperlakukan demikian.” ( HR. Muslim (1844) dan Nasa’I (4191)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang hadits ini, “Hadits ini termasuk jawami’ul kalim (kata-kata yang singkat dan padat namun mengandung makna yang luas, – pen) yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, termuat banyak hikmah di dalamnya. Ini adalah kaedah yang penting yang seharusnya menjadi perhatian khusus. Hendaknya manusia mengharuskan dirinya untuk tidak berbuat sesuatu kepada orang lain kecuali jika ia menyukai hal tersebut diberlakukan untuk dirinya.” (Syarh an-Nawawi ala Muslim, asy-Syamilah).
Inilah prinsip pertama yang sengaja kami tempatkan diurutan teratas, karena prinsip ini begitu agung dan mulia. Sungguh seandainya saja semua manusia menerapkan prinsip ini tentu tidak ada lagi konflik yang menerpa mereka. Karena mereka akan berpikir dan mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum bertindak. Dan berkata di dalam hati, ” Jika aku berbuat demikian kepada saudaraku apakah aku juga rela jika dia berbuat yang sama kepada diriku?”
Jika kita tidak ingin dikhianati maka janganlah kita coba-coba mengkhiananti orang lain. Jika kita tidak ingin ditipu maka janganlah sekali-kali kita menipu orang lain, jika kita ingin orang lain tersenyum kepada kita ketika bersua maka kita pun mengharuskan diri senyum kepada orang lain, jika kita ingin orang lain menyapa dan ramah kepada kita maka hendaknya kitapun mengharuskan diri kita untuk ramah kepada orang lain dan seterusnya. Sehingga ia menjadi orang yang senantiasa mempertimbangkan dengan matang apa yang akan ia perbuat kepada orang lain.
Kami yakin tidak ada manusia yang ingin diperlakukan buruk oleh orang lain, sehingga dengan prinsip ini seharusnya tidak ada lagi pencuri, penipu, perampok, pendusta, orang yang suka mengadu-domba, orang yang suka iri dan dengki, orang yang suka membicarakan kejelekan orang lain, dan lain-lain. Namun sayangnya kebanyakan manusia adalah makhluk yang picik, mau menang sendiri, sehingga apa yang ia perbuat lebih banyak merugikan orang lain daripada memberikan manfaat kepadanya, kecuali orang yang dirahmati Allah. Semoga Allah senantiasa merahmati kita, menjaga kita dan menjauhkan kita dari akhlak yang buruk. Amin.
Berkata Baik atau Diam
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ” Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata baik atau diam.” (HR. Muslim No. 222)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengaitkan antara berkata baik dengan keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir. Hal ini dikarenakan penjagaan terhadap lisan, mempergunakannya untuk ucapan-ucapan yang baik dan diam untuk ucapan yang buruk adalah salah satu tanda dari keimanan. Sesuatu yang paling berat bagi lisan adalah menjaganya, sebagaimana hadits terkenal yang datang dari Mu’adz radhiallahu’anhu, ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Ya Rasullullah apakah kami akan disiksa karena perkataan yang kami ucapkan? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Celaka engkau wahai Mu’adz, bukankah manusia terlungkup diatas hidungnya atau diatas wajahnya di neraka disebabkan perbuatan lisannya?”[1]. Hal ini menunjukkan bahaya lidah tak bertulang, mudah mengucapkan kata namun jika tidak digunakan dalam kebaikan bisa menjadi senjata makan tuan.(Syarh al Arba’in an Nawawiyah, Syaikh Shalih Ibnu Abdil Aziz Alu Syaikh, hal. 90, Dar Jamil ar Rahman as Salafy, Jogjakarta).
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Hadits di atas memberi isyarat bahwa seseorang yang ingin berbicara sesuatu maka hendaknya dia pikir-pikir dahulu. Jika terlihat tidak ada bahaya yang ditimbulkan maka ia boleh berbicara, namun jika ada tanda-tanda bahaya atau dia ragu-ragu maka sebaiknya dia diam. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, ” Hadits ini memerintahkan untuk berbicara dalam hal yang baik-baik dan diam untuk hal yang buruk.” (Qawaid wa Fawaid min al Arba’in an Nawawiyah, Nadzim Muhammad Sulthan, hal 137&138, Dar al Hijrah)
Syaikh Ibnu Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Makna ‘berkata baik’ dalam hadits ini, mencakup berkata baik untuk dirinya sendiri maupun berkata baik untuk orang lain. Berkata baik untuk dirinya sendiri ketika seseorang berdzikir kepada Allah, bertasbih kepada-Nya, memuji-Nya, termasuk juga membaca Al Qur’an, mengajarkan ilmu , amar ma’ruf nahi munkar maka ini semua menjadi kebaikan untuknya. Adapun berkata baik kepada orang lain itu berupa perkataan yang membuat senang teman duduknya meskipun belum tentu baik untuk dirinya sendiri”.(Syarh al Arbain an Nawawiyah, Syaikh Muhammad Ibnu Shalih al Utsaimin)
Saudariku! Semoga Allah senantiasa merahmatimu, berikut ini akan kami sebutkan atsar dari para sahabat dan para tabi’in tentang kehati-hatian mereka dalam menjaga lisan:
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah yang tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, tidak ada di atas bumi ini yang lebih butuh untuk dipenjara lebih lama selain lisanku ini.”
Beliau radhiallahu ‘anhu juga berkata, “Wahai lisan! Katakanlah yang baik-baik niscaya engkau akan beruntung. Diamlah dari kejelekan niscaya engkau akan selamat sebelum engkau menyesali semuanya.”
Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Tunaikanlah hak kedua telingamu daripada hak mulutmu. Karena dijadikan untukmu dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara.”
Al Hasan Al Bashri berkata, “Para sahabat berkata, ‘Sesungguhnya lisan seorang mukmin berada di belakang hatinya, jika dia ingin berbicara sesuatu maka dia harus menimbang-nimbang dengan hatinya kemudian baru dia putuskan (berbicara ataukah diam, pen). Adapun lisan seorang munafik berada di depan hatinya, segala sesuatu dia putuskan dengan lisannya tanpa sedikitpun menimbangnya dengan hatinya.” (Tazkiyatunnufus, Dr. Ahmad Farid, as Syamilah)
Lihatlah wahai saudariku! Betapa mereka sangat takut jika lisannya terjerumus kelembah kesia-siaan apalagi kelembah dosa. Namun betapa jauhnya diri kita dengan mereka, mulut kita ini sangat kotor dan penuh dengan tipu daya, mudah berbicara dan tiada faedahnya, suka mengadudomba dan mengumbar fitnah di mana-mana.
Ya Allah, perbaikilah amalan kami dan jauhkan mulut kami dari perbutan keji dan nista. Amin Ya Mujibassailin.
Bermuka Manis Ketika Bertemu
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan bermuka manis ketika bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim (2626), Ahmad (5/173) dan Ibnu Hibban (524))
Syaikh Ibnu Shalih al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Bermuka manis mampu mendatangkan kebahagiaan kepada siapa saja yang bersua denganmu termasuk mereka yang suka bermuka cemberut ketika bertemu. Ia mampu menghadirkan rasa kasih sayang dan cinta dan membuat hati menjadi lapang. Bahkan kelapangan hati itu tidak hanya pada dirimu tapi juga orang yang yang bertemu denganmu. Namun jika engkau bermuka muram dan merengut pastilah orang-orang akan lari darimu, mereka tidak nyaman duduk bersanding denganmu, lebih-lebih untuk bercakap-cakap denganmu (Kitabul ‘Ilmi, hal 184, Maktabah Nur al Huda).
Saudariku, inilah kemudahan dalam Islam. Allah Ta’ala memberi kemudahan bagi hambanya untuk memperoleh pahala kebaikan. Sekecil apapun kebaikan itu pasti Allah Ta’ala akan membalasnya dengan ganjaran bahkan sampai berlipat ganda.
Saudariku! Apakah kita tidak mau mendapatkan pahala yang tak terduga karena amalan yang tak seberapa? Marilah kita senyum kepada saudari-saudarai kita, bermuka manislah ketika bertemu dengan mereka, niscaya engkau akan merasakan manfaatnya. Coba bayangkan berapa kali kita bertemu dengan saudara kita dalam sehari, seberapa sering kita bermuka manis dengan mereka, sebanyak itupula pahala yang kita dapatkan..
Namun sungguh sangat merugi orang yang suka bermuka masam ketika bertemu dengan saudaranya, betapa banyak pahala yang terluput darinya..
Menebarkan salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitahukan sesuatu yang akan membuat kalian saling mencintai?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tentu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim N0. 54 dan Bukhari dalam Adabul Mufrad No.980)
Saudariku! Marilah kita perhatikan penjelasan Imam Nawawi berikut ini,
“Makna ‘Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai’ adalah tidak akan sempurna iman seseorang, tidak akan membaik kondisi imannya hingga mereka saling mencintai.Adapun sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam ‘Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman’, bermakna sebagaimana zhohir dan kemutlakannya. Bahwasanya tidak akan masuk surga kecuali orang yang mati dalam keadaan beriman meskipun iman yang tidak sempurna. Inilah zhohir yang ditunjukkan oleh hadits diatas.” Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ‘Tebarkanlah salam di antara kalian’, hadits ini mengandung perintah yang agung untuk menebarkan salam kepada kaum muslimin baik yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal (Syarh an Nawawi ala Muslim, as Syamilah).
Berteman dengan Orang Shalih
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Qs. al-Kahfi: 28)
Allah berfirman memberitakan penyesalan orang kafir pada hari Kiamat, yang artinya, “Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur‘an ketika Al-Qur‘an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Qs. al-Furqân: 28-29)
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang tergantung agama temannya, maka hendaklah seorang di antara kalian melihat teman bergaulnya.”[2]
Dari Abu Musa al-Asy’ari, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka kamu kemungkinan dia memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau anyir.” (HR. Bukhari No.2101 dan Muslim No.6653)
Begitu besarnya pengaruh teman terhadap eratnya jalinan persaudaraan. Teman yang shalih akan senantiasa menunaikan hak saudaranya, menjaga kehormatan saudaranya, saling menyayangi diantara mereka, saling menasehati dalam ketakwaan, tolong menolong dalam kebaikan dan saling mencintai dan membeci karena Allah. Oleh karena itu wahai saudariku, bertemanlah dengan orang shalih niscaya engkau akan beruntung.
Semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allahu A’lam Bishshowab. Washalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wattabi’in.
[1] Diriwayatkan oleh at Tirmidziy (10/88,87), beliau berkata: “Hadits ini hasan shahih” , Ibnu Majah (3973), Hakim (2/413) dan dishahikan oleh al Albani.
[2] Shahih, diriwayatkan Imam Abu dawud dalam Sunan-nya (4833), at Tirmidzy dalam Sunan-nya (2379) dan beliau berkata: “Hadits ini hasan” dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (3/303,334).

Kenapa Musti Baca Al-Qur’an Sih, Kan Kita Tidak Tau Bahasa Arab?


Kenapa Musti Baca Al-Qur’an Sih, Kan Kita Tidak Tau Bahasa Arab?

Mungkin bisa jadi diantara kita pernah terbesit pertanyaan sesuai judul diatas, apalagi bagi kita kita yang tidak memiliki latar belakang pendidikan agama Islam secara khusus seperti jebolan pesantren. Menurut saya itu pertanyaan yang manusiawi.
Memang lebih ideal kita bisa melakukan sesuatu pekerjaan maupun perintah agama bila kita lebih memahami dasar dari manfaatnya bukan sekedar doktrin “Pokoknya”. Coba simak cerita berikut ini.
Ini adalah sebuat cerita penuh hikmah. Seorang Kakek Muslim Amerika hidup di sebuah pertanian di pegunungan bagian timur Kentucky dengan cucu laki2nya. Setiap shubuh sang Kakek selalu bangun awal, duduk di meja dapurnya membaca Al-Quran. Cucunya selalu ingin seperti kakeknya,
dan meniru perbuatan kakenya tersebut sebisanya..Suatu hari sang cucu bertanya, “kek, aku mencoba membaca Al-Quran seperti kakek, tapi aku tidak mengerti, kalaupun ada yang aku mengerti aku langsung lupa begitu aku menutup Al-Quran. Apa sih manfaat membaca Al-Quran?”
Sang kakek pun berbalik perlahan, menghentikan kerjanya memasukkan batu bara ke tungku dan menjawab. “Ambillah keranjang batu bara ini, dan pergilah ke sungai dan bawakan aku sekeranjang air” Sang cucu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, tapi semua air tumpah
sebelum ia berhasil kembali ke rumah. sang kakek tersenyum dan berkata “kamu harus bergerak lebih cepat mengangkut airnya” dan menyuruh sang cucu tuk kembali ke sungai mengambil air. Sang cucu pun berusaha lari dengan cepat ketika mengantar air, namun tetap saja airnya tumpah.
Sambil kehabisan nafas, ia pun berkata kepada kakeknya bahwa tidak mungkin mengangkut air dengan keranjang, lalu sang cucu berjalan tuk mengambil ember sebagai ganti keranjang.
Sang kakek berkata, “aku menginginkan sekeranjang air, bukan seember air. kau kurang bekerja keras tuk mengambilnya” , dan si kakek pergi ke pintu tuk melihat si cucu berusaha lagi. Ketika itu, sang cucu sudah tahu bahwa perbuatannya tidak ada manfaatnya, tapi dia ingin menunjukkan kakeknya bahwa secepat apapun dia lari, air dari keranjang akan tetap tumpah. Dia mengambil air di sungai, lalu berlari cepat ke kakeknya, namun air tetap tumpah sebelum ia sampai ke tempat kakeknya. Maka ia pun berkata, “lilhat kek, gak da manfaatnya kan!”
“jadi kamu berpikir perbuatanmu tidak ada manfaatnya?” , sang kakek berkata, “lihatlah keranjangnya”
sang cucu melihat ke keranjangnya dan untuk pertama kalinya ia sadar bahwa keranjangnya telah berubah. Keranjangnya telah berubah dari keranjang batu bara yang kotor menjadi keranjang yang bersih, luar dalam.
“Cu, itu yang terjadi ketika kau membaca Al-Quran. Kamu mungkin tidak mengerti atau mengingat apa pun, tapi ketika kamu membacanya, kamu akan berubah, luar dalam. Dan itu adalah kuasa Allah atas diri kita”.
Semoga kita bisa menangkap maksud cerita diatas sebagai suatu hidayah untuk kita melakukannya dengan tulus dan ihklas semata hanya untuk-Nya.

Ketika Kamu Tidak Tahu, Maka Tanyakanlah Kepada Yang Maha Tahu | Tips Mempersiapkan Bekal dengan Berdoa Ketika Ujian


Ketika Kamu Tidak Tahu, Maka Tanyakanlah Kepada Yang Maha Tahu | Tips Mempersiapkan Bekal dengan Berdoa Ketika Ujian
Bismillahirrahmanirrahiim…

Assalamualaikum Warahmatullah

Fenomena mengenai kebuntuan dalam menjawab suatu soal yang sulit merupakan kewajaran bagi seorang siswa sehingga menyebabkan dirinya merasa bimbang jikalau tidak mampu menjawabnya. Apalagi seorang siswa dituntut atas suatu hal mengenai ujian tersebut. Kelulusan, itulah target umum setiap siswa di kelas akhir dari suatu tingkat sekolah dalam menempuh Ujian Nasional. Namun, tidaklah wajar jika seorang siswa harus melanggar peraturan yang sudah menjadi persetujuan antara dirinya dan pihak penyelenggara ujian, mengingat mematuhi peraturan tersebut adalah hal yang perlu disetujui siswa agar dirinya dapat mengikuti ujian tersebut. Mungkin, karena adanya tekanan psikologis yang terkadang mereka rasakan sehingga ada menjadikan beberapa diantara mereka terkhilaf untuk melakukan suatu pelanggaran mengingat mereka harus menempuh target.

Mencapai nilai tertentu merupakan suatu target bagi setiap siswa ketika UJian Nasional namun sekali lagi, hal itu tidaklah wajar untuk dilakukan bagi seorang siswa yang telah menyetujui peraturan dengan mengikuti ujian tersebut. Walaupun demikian, sebenarnya ada suatu cara yang sungguh efektif dan baik dalam membantu mereka mengerjakan ujian jika mereka membutuhkan bantuan.

Jika saja mereka tertantang untuk bertanya kepada sahabatnya yang juga memiliki masalah yang sama ketika tidak mampu menjawab suatu soal, lalu, mengapa mereka tidak mengalihkan keinginan itu kepada cara yang diperbolehkan bahkan cara yang sungguh mulia ketika dilakukan seorang siswa kepada Rabbnya?. Benar, cara itu adalah Berdoa. Mungkin, kita sering terkhilaf dalam suatu keadaan yang membuat kita tertantang melakukan suatu hal yang belum tentu baik untuk diri kita padahal kita masih memiliki cara yang lebih baik untuk menyelesaikannya. Begitupun ketika kita terjebak kepada suatu persoalan yang membuat kita tertantang untuk bertanya kepada orang lain yang belum tentu dirinya mengetahui sepenuhnya atas masalah kita, sedangkan kita memiliki kesempatan untuk bertanya kepada Yang Maha Mengetahui. Mengapa kita tidak membiasakan untuk bertanya kepada Yang Maha Tahu ketika kita tidak tahu, padahal Yang Maha Tahu itu lebih tahu apa yang terbaik untuk kita daripada siapa-siapa yang kita anggap tahu? Dan bertanya kepadaNya bukanlah hal yang dilarang ketika ujian(Kalo ada larangannya, awas aja ^^V Masya Allah).

Maka dari itu gunakan senjatamu yang berupa doa karena doa itu merupakan senjata yang sangat ampuh ketika seorang muslim sedang terdesak. Percayalah bahwa Allah tidak mengingkari JanjiNya ketika kita meminta maka Dia akan mengabulkannya.

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. … " Al-Mu’min:60

Selain doa yang dipanjatkan dari seorang hamba kepada Allah akan dikabulkanNya, doa itupun dapat menjadikan siapa yang berdoa akan bertambah rasa percaya dirinya sehingga dapat meningkatkan rasa optimisnya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dia hadapi. Kemudian dengan rasa optimis itu jiwa-jiwa yang merasa resah akan menjadi yakin karena hatinya ia pautkan kepada Rabb Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sehingga hati-hati yang lemah akan menjadi kuat sehingga permasalahan-permasalahan yang dihadapinya menjadi begitu kecil dan membuatnya dirinya lebih optimal dalam mengurusi permasalahan yang dihadapi.

Dengan doa seseorang dapat membuat dirinya menjadi teduh sehingga dapat membuat dirinya tenang dan dengan ketenangan ini seluruh fungsi tubuhnya akan bekerja dengan baik. Jiwa yang tenang akan menjadikan dirinya pun cenderung menjadi tenang. Dan ketenangan diri merupakan perhiasan yang sangat berharga ketika seseorang sedang menghadapi permasalahan yang serius karena tanpa ketenangan seseorang tidak dapat mengerjakan suatu permasalahan secara optimal.

Mungkin analoginya seperti ini: bayangkan, apa yang terjadi jika seseorang lupa menaruh sebuah kunci untuk membuka lemari, yang kunci tersebut terdapat di antara tumpukan kunci? Bila dirinya tidak tenang maka fikirannya akan stres atau bisa menyebabkan dirinya berputus asa hingga menjadi pesimis dengan banyaknya kunci padahal dia telah menaruh kunci itu ditempat yang sangat spesifik agar tidak tertukar dengan kunci yang lain. Bukankah jika sedikit saja dia menenangkan diri untuk memberikan kesempatan kepada fikirannya untuk berexplorasi secara menyeluruh sehingga dirinya mampu mengembalikan ingatannya mengenai letak kunci agar dapat membuatnya dengan mudah menemukan kunci yang dicari?. Begitupun ketika kita menghadapi masalah yang memerlukan suatu ‘data’ penting untuk menyelesaikan suatu permasalahan, jika kita tidak tenang maka ilmu-ilmu pendukung yang pernah terkubur dalam fikiran kita akan sulit diingat kembali. Oleh karenanya ketenangan sangat dibutuhkan ketika ujian.

Jika demikian berarti, ketenangan dapat menjadikan seseorang mengeksplorasi fikirannya secara lebih menyeluruh hingga hal itu akan memudahkan seseorang untuk mengembalikan ingatan-ingatannya mengenai ilmu-ilmu yang pernah dipelajari olehnya agar dapat lebih membantu dirinya untuk mengolah data-data yang terdapat pada soal-soal yang hendak dijawab. Dan ketenangan itu diperoleh dari ketundukan hati kepada Rabb dengan membiasakan diri dengan Berdoa. Karena dengan ingat kepada Allah, maka hati akan menjadi tenteram. Dan ketenteraman akan menghasilkan perasaaan yang tenang namun fikiran tetap bersiaga. Subhanallah… Insya Allah.

Dalam peng-eksplorasi-an fikiran ketika mencari ilmu-ilmu yang berguna jika dilakukan secara apik maka dapat membuat seseorang menemukan ide baru dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sehingga ketika ujian itu berlangsung, siswa bukan hanya menjawab soal saja, melainkan ketika ujian itupula dirinya dapat menambah wawasannya dalam menyelesaikan soal tersebut dengan cara yang lebih praktis. Keren khan? Subhanallah, Insya Allah.

Selain ketenangan merupakan sesuatu hal yang sangat berharga ketika menghadapi suatu permasalahan, perasaan yakin juga merupakan sesuatu hal yang sangat berharga bagi seseorang siswa dalam mengerjakan ujian. Karena dengan keyakinan kita mampu mengaplikasikan apa yang kita miliki menjadi lebih nyata. Bayangkan apa yang terjadi jika keyakinan itu tidak kita miliki?, Maka kita tidak memiliki kemampuan yang optimal dalam menyatakan sesuatu yang kita ketahui. Analoginya mungkin seperti ini, anggaplah ada sebuah komputer yang begitu hebat dalam memproses suatu pekerjaan, namun komputer itu tidak dialiri listrik, kira-kira apakah komputer tersebut dapat bekerja untuk mengerjakan pekerjaannya? Tidak. Begitupun keyakinan pada diri kita, jika kita tidak yakin terhadap suatu hal maka belum tentu kita mampu mengerjakan pekerjaan tersebut dengan optimal.

Dan keyakinan itu dipupuk dari kepercayaan kita terhadap Kuasa Allah dalam mempermudah segala pekerjaan kita. Dan keyakinan itu dibentuk dari ketundukan hati dengan Berdoa. Maka berdoalah agar Allah mengkaruniakan kita keyakinan yang cukup dalam membantu kita mengerjakan tugas-tugas kita. Insya Allah

Jika masalahnya adalah pembendaharaan ilmu, maka jangan berputus asa ketika kita merasa ilmu yang kita miliki adalah sedikit sehingga kita menjadi pesimis dalam menghadapi ujian, ketahuilah bahwa permasalahan yang kompleks sebenarnya lahir dari permasalahan yang paling sederhana. Damn permasalahan yng sederhana dapat diperoleh dari permasalahan yang kompleks. Sebagai contoh: mungkin kita berfikir sederhana ketika memahami angka 1, padahal ada proses matematis yang jumlahnya tak terhingga dalam menghasilkan angka tersebut. Mulai dari model 1 + 0 atau model yang seperti ini 0.0001/0.0001 atau bahkan yang seperti ini ((sqr(64)+2)- sqr(81)x(35x10^3)x999)^0(y
a jelas saja, setiap angka yang di pangkatkan dengan nol maka hasilnya adalah “1” :Dv (masya Allah) ) yang dimana kesemua penjumlahan itu menghasilkan angka “1”. Jadi kita tidak perlu pesimis ketika menghadapi ujian yang dimana kita merasa bahwa kemampuan terbatas. Karena kemampuan kita yang sedikit itu sebenarnya memiliki banyak sekali manfaat yang dapat membantu kita dalam mengolah data-data yang terdapat di soal-soal ujian untuk menghasilkan jawaban terbaik walaupun dari soal tersulit sekalipun.

Namun selain keyakinan yang kita miliki kita juga perlu memiliki bekal yang cukup untuk menyelesaikan tugas kita dengan baik. Dan itu harus dipupuk sedemikian rupa sehingga ketika ujian nanti kita mampu mengoptimalkan diri kita dalam menerapkan apa yang telah kita pelajari. Bayangkan, apa yang terjadi jika sebuah DVD player tidak memiliki decoder yang gunanya sebagai pengubah signal cahaya yang dipantulkan dari sebuah piringan DVD menjadi data film? Walaupun DVD player itu dialiri listrik sekalipun maka DVD player tersebut tidak mampu memainkan film yang terdapat pada piringan DVD tersebut. Oleh karenanya DVD player itu harus memiliki “ilmu” yang disebut dengan decoder yang berguna untuk menterjemahkan signal-signal cahaya yang diterima agar dapat diteruskan menjadi suatu data yang dapat dimainkan. Begitupun juga dengan diri kita, selain keyakinan yang perlu kita persiapkan dalam memberikan jiwa optimisme ke dalam diri kita ketika menghadapi ujian maka kitapun perlu mempersiapkan bekal yang memadai sebagai ‘decoder’ yang mampu mengolah berbagai macam bentuk soal agar menghasilkan sebuah jawaban yang paling baik secara mudah dan tepat.

Namun bukan karena sudah merasa cukup memiliki bekal, sehingga kita telah merasa sangat percaya diri untuk menjawab soal-soal ujian. Meningkatkan performa kita dengan cara memperkaya bekal adalah sangat diperlukan karena dapat membantu kita mempersingkat waktu dalam mengolah suatu soal, karena kita juga harus dapat mengelola waktu ketika ujian berlangsung. Dan tidaklah waktu yang singkat dalam mengerjakan suatu soal diperoleh kecuali dari banyaknya ilmu yang lebih mendukung untuk mengerjakannya. Bayangkan jika kita pernah diberikan gambaran yang banyak mengenai perjalanan ke kota Roma maka kitapun akan cepat sampai di sana, daripada diri kita yang hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang perjalanan ke kota tersebut, walaupun tidak mustahil jika kita dapat sampai di kota tersebut namun bisa jadi memakan waktu yang lama. Tetapi, saat ini kita bukan sedang berjalan ke kota Roma yang tidak dibatasi waktu untuk pergi ke sana, melainkan kita berada pada arena ujian yang waktunya dibatasi. Sehingga bekal ilmu yang banyak sangat perlu bagi seorang siswa ketika menghadapi ujian agar dapat mempersingkat dirinya dalam menjawab soal-soal yang diuji dengan cepat dan tepat.

Kembali lagi kepada Doa, …

Membiasakan diri dengan Berdoa dapat meningkatkan ketajaman hati seseorang ketika berhadapan dengan masalah yang dia hadapi. Dari ketajaman hati ini dapat membuat dirinya meningkatkan rasa kehati-hatian yang dapat menjadi pengingatnya ketika dia bertindak tidak wajar terhadap apa yang dia lakukan. Dan kitapun tahu bahwa kehati-hatian juga sangat diperlukan oleh seorang siswa karena kehati-hatian dalam mengolah soal merupakan hal yang sangat berharga ketika ujian, lantaran bisa jadi seorang siswa terkhilaf ketika menjawab soal sedang ia kurang teliti.

Dari ketajaman hati inipun, seseorang dapat menimbang-nimbang antara mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk diikut sertakan kepada pengolahannya terhadap suatu masalah. Dan peristiwa menimbang-nimbang kelayakan ini merupakan tindakan yang sangat efektif dan efisien dalam menyelesaikan suatu masalah. Semakin tajam hati itu maka akan dapat membuat seseorang makin peka terhadap ketidak seimbangan disekelilingnya sehingga dengan itu dia akan berusaha untuk merubahnya agar keadaan yang tidak seimbang itu menjadi seimbang. Begitupun ketika sedang menghadapi suatu masalah, jika hati tajam maka dirinya akan peka terhadap apa-apa saja yang tidak seimbang disekitarnya sehingga naluriah yang sudah terpahat oleh ilmu yang dimilikinya akan merespon ketidak seimbangan itu agar dirinya merubah keadaan tersebut menjadi keadaan yang seimbang. Itulah gunanya hati yang tajam.

Dan penajaman hati ini harus di dukung dengan faktor luar, yaitu memelihara pandangan. Karena dengan memelihara pandangan hati seseorang akan terhindari dari rasa picik maupun maksiat. Pemeliharaan pandangan tidak hanya terpaut kepada lawan jenis namun hal lainnya yang berupa pandangan-pandangan yang dilarang seperti melihat kertas jawaban orang lain ketika ujian( :Dv ) padahal hal itu dilarang, maupun melihat hal-hal yang dilarang lainnya. Ingatlah bahwa pencurian bukan berarti apa yang dilakukan oleh tangan saja melainkan matapun juga dapat mencuri. Dan apapun yang dicuri maka tidak lah berkah. Mulailah kita belajar untuk memelihara pandangan kita sejak dini agar mata hati kita tidak terbiasa untuk mencuri sehingga hati kita terhindari dari kemaksiatan kemudian dengan itu hati akan menjadi tajam.

Kembali kepada rasa yakin,…
Dan agar kita bekerja secara lebih optimal emosi diri kita juga harus stabil, dan penstabilnya adalah ketenangan diri. Mungkin analoginya seperti ini: jika komputer hebat tadi telah bekerja karena sudah dialiri listrik, namun pasokan listrik yang mengaliri komputer tersebut tidak stabil, apakah komputer itu akan bekerja dengan baik? Belum tentu, namun kita tidak perlu khawatir karena bisa saja listrik yang dibutuhkan komputer hebat itu tetap stabil walaupun listrik yang diterimanya tidak stabil, yaitu dengan adanya stabilizer yang dimana tugas stabilizer adalah penstabil masuknya aliran listrik untuk menghasilkan keluaran yang stabil kepada komputer hebat tersebut. Begitupun dengan diri kita, walaupun suasana kelas dan keadaan ketika dalam masa pengujian itu tidak mendukung setidaknya kita harus punya stabilizer untuk menstabilkan diri kita agar tetap tenang. Dengan apa? Dengan menjadikan ujian sebagai suatu keindahan. Sehingga hal itu cenderung tidak mencari-cari alasan untuk berputus asa ketika suasana sedang tidak mendukung. Insya Allah.

Dan berdoalah dengan mengharap Keirdhaan Allah dalam mengerjakan suatu pekerjaan, karena tanpa keridhaanNya kita tidak mampu mengerjakan pekerjaan apapun walaupun sebenarnya kita mampu mengerjakannya dan dengan KeridhaanNya seseorang yang tidak tahu mampu menyelesaikan suatu permasalahan akan dijadikan mampu olehNya jika Dia berkehendak. Ingatlah, tidak ada yang tidak mustahil di dunia ini, semua itu akan terjadi jika Allah menghendaki dengan keridhaanNya. Sekarang yang kita usahakan adalah apa yang seharusnya kita lakukan agar Allah menghendaki kita mendapati keridhaanNya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kita?. Persiapkanlah hal yang mendukung dalam menyelesaikan permasalahan kita karena hal itu adalah salah satu kunci agar Allah menghendaki kita mendapati RidhaNya. Insya Allah.

Ujian Nasional tinggal sebentar lagi, berarti masih ada waktu bagi kita untuk memperkaya bekal untuk menghadapinya. Janganlah bersikap pesimistis, majulah terus melewati garis yang diharapkan.

Jadikanlah ujian bagaikan sebuah permata yang indah yang perlu dirawat dengan sentuhan-sentuhan yang lembut dan teliti agar ketika permata itu digunakan nantinya kita akan merasa puas, apalagi jika permata itu adalah murni dari hasil pahatan tangan kita sendiri. Sungguh kepuasan atas kemampuan kita dalam menyelesaikan permasalahan secara mandiri merupakan kepuasan yang tak ternilai harganya. Sucikan apa yang akan engkau peroleh, agar Allah memberkahi setiap langkah-langkahmu. Insya Allah.

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
yang memberatkan punggungmu
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
QS. Alam Nashrah(92)

Semoga apa yang tertuang ini Bermanfaat, Insya Allah
Semoga Allah memaafkan aku ketika aku bersalah
Allahuma Amiin

Walaikum salam Warahmatullah
Sabar dan Tsabat dalam Menghadapi Rintangan Dakwah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita dapati kejadian yang membutuhkan kesabaran. Sebab, hidup itu sendiri, memang, merupakan perjuangan yang tidak lepas dari segala macam tantangan. Dan sikap yang terbaik untuk menghadapinya adalah bersabar dan tidak gegabah.

Sabar atau tsabat timbul karena adanya tantangan. Sejauh seseorang dapat bersabar, sejauh itu pula ia berhasil menghadapi suatu tantangan. Dengan kata lain, kesabaran adalah buah kemenangan yang dicapai oleh seseorang dalam bertempur menghadapi tantangan. Hal ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, bahwa orang yang kuat adalah orang yang dapat menundukkan dirinya ketika ia hendak marah, mampu bersabar mengekang hawa nafsunya.

Manusia yang diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sejak dari Nabi Adam AS telah dipertemukan oleh Allah dengan pokok tantangan yaitu syaitan, yang juga sebagai musuh utama manusia. Hal demikian dimaksudkan oleh Allah untuk memilih dari seluruh menusia yang diciptakan-Nya, manusia-manusia yang akan menjadi khalifah-Nya di muka bumi.

Tugas khalifah, tugas untuk memimpin dan mengatur dunia, inilah yang dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia. Karena tugas khalifah di muka bumi ini merupakan tugas yang berat dan besar maka Allah SWT menghendaki khalifah-Nya yang mengemban tugas tersebut adalah mereka yang mampu menghadapi tantangan-tantangannya dan mampu bertahan, sabar, dan tetap berpegang teguh pada tali-tali ajaran-Nya.

Sabar adalah ekhususan manusia.

Telah disebut di muka bahwa sabar atau tsabat timbul karena adanya tantangan. Dan timbulnya tantangan karena adanya suatu kekuatan dan kehendak yang kebanyakan saling berbeda. Maka, suatu hal yang janggal apabila dikatakan bahwa seekor lalat sangat sabar, atau seekor kerbau sangat tabah dan sabar tatkala datang musim kering sehingga tidak ada suatu rumput pun yang tumbuh, umpamanya.

Yang demikian itu karena lalat dan kerbau itu mempunyai banyak kekurangan. Keduanya tidak mempunyai akal untuk berfikir dan memberikan pertimbangan-pertimbangan mengatakan kelaparan. Segala yang mereka perbuat hanya berdasarkan syahwat hayawaniyah dan karena insting semata.

Juga suatu hal yang sulit diterima, apabila dikatakan bahwa para malaikat itu sabar dan tabah. Sebab, para malaikat diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang selalu taat dan patuh manjalankan perintah-perintah-Nya dan tidak pernah berbuat maksiat sekalipun.

Para malaikat tersebut tidak dikuasai oleh syahwatnya yang akan membelokkannya dari kepatuhan dan taatnya kepada Allah SWT sehingga terjadi pergolakan dalam diri para malaikat. Atau, menimbulkan adanya tantangan bagi para malaikat dan menuntut untuk bersabar menghadapinya. Tidak demikian halnya karena yang ada pada para malaikat tersebut hanyalah satu hal, yaitu kepatuhan dan tidak maksiat.

Dengan demikian, maka kesabaran ini menjadi kekhususan bagi manusia saja. Sebab, dalam diri manusia selalu terjadi dua hal yang saling bertolak belakang. Manusia telah dibekali dengan setumpuk petunjuk Allah untuk menghadapi segala macam tantangan, mulai dari petunjuk instink, panca indera, akal, sampai kepada agama--petunjuk yang paling sempurna. Tetapi, Allah tidak membiarkan manusia begitu saja menggunakan petunjuk-petunjuk-Nya tadi. Allah SWT masih akan mengujinya dengan berbagai macam bentuk ujian.

Allah berfirman, “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, “kami telah beriman “ sedang mereka tidak diuji lagi, dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang belum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang dusta.”

Syaitan sebagai musuh bebuyutan manusia selalu menggodanya melalui nafsunya, akalnya, bahkan agamanya sekalipun. Di sinilah terjadinya tantangan dan pergolakan dalam diri manusia. Hanya manusia-manusia yang tetap tegak, tsabat dan istiqamah dalam garis-garis Allah SWT yang akan memperoleh kemenangan.

Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah contoh konkret.

Pada dasarnya risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan para nabi sebelumnya adalah sesuai dengan fitrah manusia. Hal demikian menghendaki risalah yang dibebani oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW, akan diterima dengan mudah oleh umat manusia. Memang demikianlah halnya bagi orang-orang yang suci hatinya. Bersih dari penyakit kekufuran, kedengkian dan kebancian.

Dengan segala lapang dada mereka menerima risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Hal ini bisa dilihat pada orang-orang terdekatnya, Khodijah binti Khuwailid, Abu Bakar Shiddiq, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, dan lainnya. Tetapi, sunnatullah dalam berdakwah, menyiarkan kebenaran, menunjukan kenyataan lain.

Ketikan Rasulullah mulai bergerak menyiarkan dakwahnya secara terang-terangan di bukit Shofa, justru tantangan pertama kali datang dari paman beliau, Abu Jahal yang mengatakan kepada Rasulullah: “Celakalah engkau wahai Muhammad, hanya untuk inikah kiranya engkau mengumpulkan kami.”

Tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah SAW tidak berhenti sampai disitu. Orang-orang Quraisy mengingkari dakwah Rasulullah SAW dengan dalih bahwa mereka tidak bisa meninggalkan agama warisan nenek moyang mereka yang telah mendarah daging. Semakin lama Rasulullah SAW menyiarkan risalahnya dan semakin tampak cahaya benderang, semakin gencar pula tantangan yang dihadapinya. Para sahabat beliau pun tidak luput dari gangguan orang musyrikin Quraisy.

Satu contoh ketabahan dan tsabat, dapat kita temui pada Rasulullah SAW. Pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang berjalan di sebuah lorong kota Mekkah. Datanglah ejekan, bahkan penghinaan dari beberapa orang.

Mereka menaburkan pasir di atas kepala Rasulullah SAW. Beliau meneruskan perjalanan sampai kembali ke rumahnya dan kepala Rasulullah SAW masih kotor dengan pasir. Melihat demikian, salah seorang putri Rasulullah beranjak hendak membersihkan pasir tersebut sambil menangis. Dengan penuh ketabahan Rasulullah SAW berkata kepada putrinya, “Wahai putriku, janganlah engkau menangis, karena sesungguhnya Allah yang akan melindungi bapakmu.”

Disamping Rasulullah sabar menghadapi segala cobaan ujian dan penganiyaan, beliau juga tetap tsabat, terus menekuni tugas sucinya (menyampaikan risalah) dengan berbagai macam usaha. Berdakwah siang dan malam, baik secara sembunyi dan terang-terangan, mendatangi para kaum ke tempat-temapat perkumpulan mereka.

Pada setiap musim haji Rasulullah SAW secara aktif menyampaikan kegiatan dakwahnya, menyampaikan kalimat Allah SWT yang haq kepada setiap orang yag ditemuinya, besar-kecil, kaya-miskin, hamba sahaya dan orang merdeka, mengajak mereka untuk menjadi pembela ajarannya, dan bagi mereka yang mau mengikuti Rasulullah SAW dijanjikan belasan syurga

Setiap Rasulullah SAW berhadapan dengan tantangan dakwah, beliau selalu menunjukkan sikapnya yang tetap tabah dan tsabat. Orang-orang Quraisy telah melakukan segala cara menghalangi dakwah Rasulullah SAW, tetapi semuanya tidak menunjukan hasil yang mereka inginkan, semuanya berakhir dengan sia-sia. Suatu ketika mereka hendak membujuk Rasulullah SAW datang kepada paman beliau, Abu Thalib. Mereka meminta tolong agar Abu Thalib bisa mempengaruhi Rasulullah SAW untuk meninggalkan dakwahnya. Rasulullah SAW menjawab dengan tegas.

Ketegaran dan ketabahan Rasulullah SAW dalam menghadapi segala tantangan dakwah ini, tercermin pula pada diri para sahabatnya. Bilal bin Rabah, diterlentangkan di bawah terik sinar matahari dan perutnya ditimbun dengan batu yang besar, dipaksa disuruh menyembah Latta dan Uzza dan meninggalkan ajaran Muhammad. Bilal menolak, dan tetap mengatakan, ”ahad, ahad” isyarat bahwa ia enggan menyembah, kecuali Tuhan yang satu/tunggal.

Ammar bin Yasir dan keluarganya disiksa kaum musyrikin di tengah padang pasir yang sangat panas. Ketika Rasulullah SAW mendapati mereka, beliau berkata, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir.” Samiyyah yang dibunuh oleh Abu Jahal karena menolak segala permintaannya, kecuali satu, yaitu Islam.

Sebenarnya, para musuh dakwah tersebut tidak mengingkari akan kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Akan tetapi, karena adanya rasa dengki dan hasad dalam hati mereka dengan segala cara berusaha menghalangi perjalanan dakwah beliau.

Sabar dan tsabat mutlak diperlukan dalam dakwah.

Kehidupan dunia yang sangat kompleks dan sarat dengan berbagi ragam keadaan, membuat manusia tidak pernah sepi dari kemungkinan adanya bencana yang akan menimpanya. Berapa banyak manusia yang kandas cita-citanya, terserang penyakit, kehilangan harta, dan seterusnya. Ini merupakan sunnatullah di dunia yang penuh keanekaragaman

Kalaulah sunnatullah dalam kehidupan dunia dan pada diri manusia menghendaki demikian. Maka para pengemban dakwah akan lebih besar kemungkinannya untuk tertimpa kesusahan. Mereka adalah orang-orang yang mengajak kepada ajaran Allah SWT. Dalam waktu yang sama mereka akan mendapatakan perlawanan dari kaum thaghut.

Mereka mengajak kepada kebenaran, maka musuhnya adalah orang-orang yang mengajak berbuat batil. Ketika mereka menyuruh kepada hal-hal yag ma’ruf, mereka akan berhadapan dengan penyeru kemungkaran. Sunnatullah menghendaki terciptanya Adam dengan Iblis, Nabi Ibrahim dan raja Namrud, Musa dan Fir’aun, Muhammad SAW dan Abu Jahal. Allah menegaskan dalam firmannya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia, dan dari jenis jin, sebagai mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan indah untuk menipu.” (Q.S. 6/Al-An’am: 112)

Begitulah keadaan para nabi, para pewarisnya, dan siapa saja yang berdakwah di jalan-Nya. Namun, orang-orang mukmin yang yakin dan mengetahui umurnya di dunia sangat pendek, yang menyadari sunnatullah pada para rasul dan nabi serta para pengemban dakwah yang mengikuti jalan-Nya, merekalah orang-orang yang akan sabar menghadapi cobaan, tabah menerima ujian. Seperti disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Mereka yakin sepenuhnya bahwa segala apa yang menimpanya adalah sesuai dengan kadar yang telah tercatat. Segala cobaan yang menimpanya mereka pandang sebagai pelajaran yang berharga, pendidikan yang akan membuat jiwa dan keimanan semakin matang Walhasil, ketika mereka baru keluar dari penjara, umpamanya, bagaikan emas yang baru disepuh.

Maka hendaknya demikianlah halnya para pengemban dakwah, tidak akan pernah putus asa dan kehilangan harapan. Di dalam dirinya tertanam akidah yang kuat dan sejuta simpanan sebagai bekal dakwah dan senjata untuk menghadapi pergolakan hidup yang penuh tantangan. Wallahu a’lam bishshawab.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته