Kamis, 01 April 2010

Cinta dan Kasih Sayang, Prinsip Utama Islam

Cinta dan Kasih Sayang, Prinsip Utama Islam


Sesungguhnya kita bisa mengatakan bahwa inti dari keseluruhan ajaran Islam itu adalah kasih sayang. Mulai dari sumber asal (Allah SWT), kitab pedoman (Al Quran), dan aplikasi praktisnya (Muhammad SAW) adalah kasih sayang
Belum lama setelah Nabi SAW wafat, Abu Bakar al-Shiddiq yang terpilih menjadi khalifah mendatangi Aisyah dan bertanya kepadanya, apa gerangan yang sering dilakukan oleh Nabi SAW yang belum ia penuhi?
Aisyah kemudian menunjuk bahwa di kampung sana ada seorang perempuan Yahudi, sudah sangat tua lagi buta, dan dari mulutnya selalu keluar ucapan cercaan, makian, hinaan dan kecaman terhadap Muhammad.
Nabi SAW saban hari datang mengunjunginya, memberi makan dan merawat perempuan tua ini dengan penuh kasih sayang. Perempuan tua ini sama sekali tidak tahu bahwa yang merawatnya ini adalah manusia agung yang selalu dicerca dan dimakinya itu.
Ketika Abu Bakar kemudian menemukan perempuan tua tersebut, Abu Bakar pun mencoba mendekati dan mencoba melakukan seperti yang dilakukan Nabi SAW terhadapnya. Akan tetapi, baru pada suapan pertama, nenek tua itu memuntahkan apa yang sudah masuk ke mulutnya, dan berkata dengan sangat marah, "Siapa kamu?" Pasti bukan kamu yang sering datang menyuapi dan merawatku. Tidak seperti itu cara dia memperlakukanku."
Abu Bakar al-Shiddiq menjawab, "Betul nek, memang bukan aku. Orang yang sering mendatangi nenek tersebut telah meninggal dan dia adalah Muhammad SAW." Mendengar nama Muhammad disebut, nenek tua tadi tersentak kaget, sungguh berbeda dengan apa yang ada di benaknya selama ini, tapi dia masih sempat mengucap syahadat, lalu meninggal.
Sungguh amat agung pribadi Nabi. Celaan, cemoohan, cercaan, makian, rasa benci, sang nenek Yahudi sama sekali tidak membuat sifat agungnya tercederai sedikit pun. Dia tetap merawatnya dengan sepenuh kasih sayang.
Satu bukti yang menegaskan keagungan sifat yang sangat pengasih dan penyayang. Tidak heran jika banyak musuhnya yang kemudian menjadi pembela dan sahabat setianya. Tidak heran juga jika sahabat-sahabatnya begitu amat mencintainya melebihi cintanya bahkan kepada dirinya sendiri dan keluarganya.
Abu Sufyan, musuh besar Nabi terkagum-kagum dan berkata,...'Sungguh aku belum pernah melihat seorang pun yang dicintai sahabatnya sebagaimana sahabat Muhammad mencintainya'...". Tidak heran, karena Allah sendiri memuji pribadi agung itu, wa innaka la 'ala khuluqin adhim (sungguh telah ada pada dirimu perangai akhlak yang agung).

Dari mana sih sifat kasih sayang Nabi itu? Mengapa dalam diri beliau tertanam sifat yang amat penuh cinta dan kasih itu?
Dalam hal ini, ada tiga hal yang mungkin bisa dijelaskan terkait dengan pribadi agung ini. Yang pertama adalah Allah SWT sebagai pendidiknya yang utama, dan yang mendidiknya secara langsungnya, yang diakui oleh nabi sendiri, Addabani rabbi fa ahsana ta'dibi (Tuhanku telah mendidikku dan mendidikku dengan pendidikan terbaik). Sebagai pendidik paling agung, Allah sendiri melalui Al Quran menginformasikan kepada kita bahwa Dia sendiri telah mewajibkan atas dirinya sifat kasih sayang, kataba 'ala nafsihi al-rahmah.

Pedoman Hidup
Dari sini kemudian kita bisa menebak dan mengetahui bahwa apa pun yang diturunkan dari-Nya pastilah produk dari sifat kasih sayang tersebut. Mulai dari pengutusan para nabi dan rasul yang tugasnya membimbing manusia, menurunkan kitab suci (ayat qauliyah) yang merupakan firmannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup. Alam semesta (ayat kauniyah) yang ditundukkan kepada manusia untuk dikelola dan dikhalifahi sesuai petunjuk-Nya, dan lain-lain. Kasih sayang itulah yang mendasari semua yang ada ini. Ini yang penting dicatat sebagai sebuah paradigma mendasar dari keseluruhan ajaran Islam itu sendiri.
Khusus yang terlihat dari kitab-Nya (ayat qauliyah), seabrek ayat yang menunjuk langsung kepada sifat rahmah ini dapat kita lihat dari ratusan jumlah kata rahmah atau derivasinya yang ada di dalam Quran, setiap surah kecuali surah Bara'ah dimulai dengan basmalah (Bismillahirrahmanirrahim)
.
Bahkan ada surah yang dinamai surah al-Rahman (surah kasih sayang). Allah sebagai sumber kasih sayang tersebut, dengan kasih sayangnya tidak hanya menurunkan kitab petunjuk, tapi juga mengutus rasul sebagai contoh hidup, aplikasi nyata dari kitab itu atau yang biasa diistilahkan dengan Quran berjalan.
Dialah Muhammad SAW. Allah sendiri lewat Al Quran menyatakan, Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil-'alamin (Tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Ketika Aisyah ra ditanya tentang akhlak Nabi SAW, Aisyah menjawab, kana khuluquhu Al Quran (Akhlak beliau adalah Al Quran).
Apa yang penulis ceritakan di atas adalah secuil dari episode panjang perjalanan hidup beliau dalam menerapkan prinsip kasih sayang tersebut. Beliau juga pernah bersabda, irhamu man fi al-ardhi yarhamkum man fi al-samai.
Kutipan cerita nenek Yahudi yang sangat membenci Nabi SAW tersebut menegaskan dan meyakinkan kita betapa prinsip kasih sayang itulah yang menjadi core, prinsip Islam yang paling utama, tanpa melihat kepada siapa obyek kasih sayang itu ditujukan.
Dengan demikian, sesungguhnya kita bisa mengatakan bahwa inti dari keseluruhan ajaran Islam itu adalah kasih sayang. Mulai dari sumber asal (Allah SWT), kitab pedoman (Al Quran), dan aplikasi praktisnya (Muhammad SAW) adalah kasih sayang.

Prasangka Baik
Seluruh perintah dan larangan ajaran agama atau dengan kata lain, hukum Islam, pinsipnya adalah kasih sayang. Hukum menjadi sarana bagi kita memastikan setiap orang mendapatkan kasih sayang. Bahkan prinsip surga dan neraka adalah kasih sayang.
Neraka tidaklah Allah jadikan secara sengaja untuk menghukum hambanya yang berdosa, tapi di balik itu ada prinsip kasih sayang yang mendasarinya. "Rahmatnya mendahului murka-Nya" demikian salah satu hadis Nabi saw yang kita baca.
Para ulama kita memaknainya, "bahkan di dalam murkanya sekalipun, di balik musibah yang menimpa kita misalnya, sesungguhnya tersimpan kasih sayang-Nya."
Tentu kalau prinsipnya kasih sayang, akan melahirkan cara pandang, cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak yang pasti akan berbeda dengan yang lain. Prinsip ini juga yang membuat Islam menjadi inklusif karena pendekatannya kepada orang lain adalah kebaikan hati, berpikir potitif, dan prasangka baik.
Ketika seorang pemuda mendatangi majelis Nabi SAW dan dengan terus terang menyatakan keinginannya untuk berzina, karena dia tidak dapat menahan dirinya, para sahabat dalam majelis itu bereaksi. Ada yang mencelanya, ada yang menarik bajunya, dan ada juga yang siap untuk memukulnya.
Akan tetapi, Nabi SAW dengan penuh kasih menarik sang pemuda itu mendekat kepadanya, dan mulai berbicara dengannya dari hati ke hati. "Relakah kamu jika ibumu juga dizinai oleh seseorang?" Demikian antara lain isi pembicaraan Nabi SAW yang sama sekali di luar dugaan pemuda itu, dan begitu menohok sisi terdalam kemanusiaannya, yang kemudian membuatnya kehilangan semua keinginannya untuk berzina.
Sebagai hamba Allah SWT Yang Maha Pengasih, yang mempedomani kitab suci Al Quran, dan menauladi Muhammad SAW, kita tentu sangat dituntut untuk memancarkan prinsip kasih sayang tersebut kepada alam semesta secara keseluruhan. Ala kulli hal, kasih sayang itu harus kita pancarkan setiap saat, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari kepada siapa pun dan kepada seluruh makhluk-Nya.
Kasih sayang dalam Islam sungguh tidak mengenal waktu khusus, seperti yang dirayakan sebagian besar anak-anak muda kita dewasa ini, dan kasih sayang yang mereka kenal justru sangat bertentangan dengan kasih sayang yang diajarkan Islam.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar