Senin, 02 Mei 2011

Jembatan Cinta sang Cahaya

Bismillahirrahmanirrahiim...

Ketika itu aku adalah seorang anak remaja yang baru saja masuk Sekolah Menengah Umum. Agamaku sejak lahir adalah Islam. Walaupun demikian, namun saat itu aku belum menunaikan kewajibanku secara utuh sebagai seorang Muslim, mungkin karena hati ini belum mengenal siapa Cinta Sejatinya sehingga dia sibuk dengan sesuatu yang lainnya. Sedih jika harus mengingat masa-masa itu. Namun, walaupun belum menunaikan ibadah itu secara utuh, tetapi, ada hal yang sejak dahulu tertanam pada diriku. Sejak kecil aku membiasakan diri untuk selalu berdoa ketika aku memiliki Harapan atas sesuatu hal, lantaran aku telah menyaksikan sendiri akan keajaiban-keajaiban yang terlahir dari Doa-doa kepada Dia yang saat itu belum begitu kukenal. Sehingga aku yakin bahwa Allah selalu Memperkenankan Doaku dan itulah salah satu hal yang menjadikanku terbiasa untuk selalu Berdoa ketika aku memiliki suatu Harapan.

Suatu ketika, pada malam-malam terakhir di Bulan Ramadhan, aku datang ke sebuah masjid di dekat rumah dengan membawa suatu Harapan untuk ku pinta kepadaNya. Meskipun malam ganjil, masjid ini belum diisi oleh banyak jama'ah untuk ber-'itiqaf terkecuali beberapa orang saja. Sehingga lampu-lampu di masjid ini bernyala redup walaupun masjid ini terbilang megah. Maklum saja, waktu masih menunjukkan sekitar jam 21.00. Waktu-waktu yang setahuku biasanya diisi untuk beristirahat bagi mereka yang akan melintasi malam ini dengan 'itiqaf di masjid. Namun, dalam keadaan pencahayaan yang redup seperti itu mampu membuat hatiku menjadi jauh lebih teduh sehingga suasana syahdupun sedikit demi sedikit merasuk ke dalam dada. Hingga semakin menguatkan keyakinanku akan Didengarnya Doa olehNya.

Sesaat kemudian, ketika dan setelah Berdoa beberapa saat tadi, ada sesuatu hal yang membuat diriku merasa takjub. Aku merasa ada sesuatu hal yang begitu Indah merasuk ke dalam dada. Entah apa. Namun, aku merasa Dia yang ku Pintai itu begitu Dekat. Aku merasa Dia Memperhatikan aku. Sungguh! Keindahan ini membuatku merasa begitu Disayang olehNya! Aku merasa Disayang Allah! Masya Allah!


Suasana luar biasa yang telah bercampur dengan kesyahduan itu, membuat perasaan ini menjadi bercampur-aduk. Indah, bahagia, senang dan haru bercampur menjadi satu. Keindahan ini begitu terasa dan nyata, ia ada di hati dan belum pernah ada yang mampu membuat hati ini merasakan sesuatu seindah itu. Kenikmatan itu tiada tara, luar biasa Indahnya. Sehingga setiap mereka yang pernah merasakan keindahan itu dapat dipastikan tidak akan mau melepaskan keindahan itu daripadanya. Karena sungguh, seseorang yang pernah merasakan kenikmatan ini akan merasa sangat merugi apabila mereka kembali lalai dari apa yang diperintahkanNya jika kenikmatan ini adalah ganjaran bagi mereka yang taat kepadaNya. Maka, akupun mencoba untuk melafadzkan Zikir yang dapat kulafadzkan karena hanya itu yang mampu kulakukan sebagai usaha dalam Mensyukuri dan mempertahankan Kedekatan denganNya serta hadirnya keindahan itu di dalam dada. Dalam keadaan itu hatiku merasa semakin takjub. Sungguh! Kenikmatan ini tiada tara, luar biasa Indahnya! Mungkin keindahan seperti ini yang sekarang ku fahami dengan manisnya Iman. Jika demikian, betapa beruntungnya aku dapat merasakan Keindahannya. Masya Allah...


Rasa Syukur dan penuh Harap itu kini telah melahirkan benih-benih ketertarikan untuk lebih Dekat kepadaNya, hingga mata inipun Memohon dan Berharap agar dibukakan Pintu Selamat Datang dan Belas Kasih dariNya agar pemimjam mata ini dapat menjadi salah satu orang terpilih yang senantiasa dapat merasakan Keindahan Kasih SayangNya yang begitu dalam seperti saat itu untuk seterusnya. Harapan itu mengharu biru hingga mampu meluluhkan hati yang telah lama alfa.

Sejurus kemudian, sebuah kesadaran datang menghampiri. Sebuah kesadaran yang mendalam atas keberadaan dari apa yang telah DikaruniakanNya kepada kita selama ini, maka kucoba untuk menyimak apa saja yang ada di sekitarku. Kemudian ku lihat dan rasakanlah keberadaannya, seperti tangan, kaki, tubuh, wajah, kepala, ruh dan lingkungan di sekitarku beserta mencoba mengingat eksistensi lainnya seperti langit, bumi beserta isinya. Aku sadar bahwa tidaklah eksistensi ini menjadi ada dari ketiadaannya oleh hasil dari tanganku ataupun dari tangan-tangan di sekitarku. Karena kita semua sama-sama telah membuktikan bahwa kita tidak mampu menciptakan sesuatu ketiadaan menjadi ada seperti sekarang ini karena kita memiliki keterbatasan untuk itu. Sehingga mustahil jika keterbatasan itu lahir secara sendirinya, melainkan keterbatasan ini ada yang mengadakannya dan tentunya bukan suatu keterbatasan pula, melainkan sesuatu yang Sempurna yang tidak serupa dengan keterbatasan itu. Lalu, pertanyaan berikutnya pun muncul dibenakku!

“Bukankah Allah adalah Penciptamu Yang Maha Sempurna?” Benar. Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna karena hanya Dialah yang mampu menciptakan kita. Dan jika Dia Maha Sempurna maka sudah dapat dipastikan bahwa tidaklah semua ini tercipta untuk tujuan yang sia-sia karena kesempurnaan tidak pernah menghasilkan sesuatu yang sia-sia melainkan dengan Tujuan yang Sebenar-benarnya. Sehingga sangat mustahil bagi Dia yang Maha Sempurna itu menciptakan sesuatu dengan kesia-siaan atas apapun yang DiciptakanNya. Dan tidaklah kesempurnaan akan menjadikan sesuatu dengan cara seadanya, melainkan akan menjadikannya dengan cara yang Indah dan Istimewa. Sehingga betapa merasa berharganya kita, ketika kita memahami bahwa Penciptaan diri kita bukanlah merupakan kesia-siaan, melainkan dari Keindahan Kasih-SayangNya!. Kasih-Sayang dari Dia Yang Maha Sempurna. Subhanallah...


Sesaat kemudian, akalku mencoba meresapi lebih dalam bukti CintaNya ini. “Bukankah CintaNya teramat besar kepada kita semua karena dengan KuasaNya, Dia telah membuktikan Besar CintaNya dengan menciptakan kita?.” Benar. Dan Sungguh! Penciptaan ini adalah bukti nyata atas KecintaanNya. Apalagi telah kita buktikan bahwa tidak ada sesuatupun yang mampu membuktikan kuasa dan cintanya dengan menciptakan kita seperti Bukti CintaNya kepada kita semua. Sehingga sudah sepatutnya hati ini tidak mengharap dan menujukan cinta selain kepada Siapa yang sepatutnya ia Cintai itu, maka cukup kepada Dialah hati itu mengharap dan menujukan Kecintaannya.Kemudian akupun merenungi pemahaman luar biasa yang baru saja kufahami itu.

Sesaat kemudian, munculah sebuah kesadaran yang lebih mendalam di benakku.
“Bukankah Allah adalah Kekasih bagi para HambaNya?” Benar. Dia adalah Kekasih kita semua. Lantaran dengan Kasih-SayangNya Dia Menciptakan kita, sehingga pantas bagi Dia Yang Mampu Membuktikan Kasih-SayangNya disebut sebagai Kekasih. Dan Dialah Kekasih Sejati karena Dia Hidup Kekal Abadi. Masya Allah, pernyataan ini begitu mendalam hingga mampu menjembatani hati yang alfa kepada kesadaran. Maka, kekasih mana yang tidak akan merasa senang ketika telah dipertemukan dengan Kekasih Sejatinya? Tidak ada! Maka, ku sambutlah Cinta itu dengan membawa perasaan senang yang tiada terkira dalam menjadikanNya sebagai Kekasih Sejati di dalam jiwa, hingga Kecintaan itupun bersemi dan memenuhi ruang hati yg kupinjam dariNya ini.

Ketika Cinta itu telah bersemi di dalam dada, maka Cinta itupun mengajarkanku untuk mencintai apa yang DicintaiNya. Hingga bangkitlah semangatku untuk menerapkan apa yang DicintaiNya di dalam setiap aktifitasku, seperti seorang kekasih yang senang melakukan sesuatu atau bahkan akan berusaha menaklukan samudera untuk menyenangkan hati kekasihnya. Ringan dan penuh kerelaan karena dilakukan dengan Cinta. Lantaran cinta tidak mengajarkan seseorang untuk bersikap lemah, melainkan kuat, sehingga seorang kekasih akan rela melakukan apa yang diinginkan kekasihnya dengan harapan agar kekasihnya menyenangi apa yang diberikannya. Karena pada dasarnya menyenangkan hati kekasihnya merupakan salah satu tujuan tertinggi bagi para kekasih.

Allah telah Mengkaruniakanku Hidayah dan Menyalakan Cahayanya hingga berpijar ke sekelilingku, maka, kan ku genggam Hidayah ini erat-erat selamanya kemudian kan ku serukan Keindahan ini kepada lingkunganku, layaknya sumber cahaya yang tidak pernah menyesali pancarannya ketika menerangi sekelilingnya yang gelap. Lantaran jikalau Keindahan MencintaiNya merupakan cara untuk menenteramkan setiap hati yang merasakanya, maka kan ku damaikan dunia dengan cara ini. Berharap dunia beserta penghuninya terselimuti oleh Pelangi RahmatNya yang menghampar luas akibat akhlak-akhlak Shaleh mereka. Sungguh, tidak ada yang dirugikan dibawah NaunganNya, melainkan mereka semua akan Dirahmati. Maka, aku ingin menjadi Cahaya, Cahaya yang menerangi sekelilingku dengan Keindahan MencintaiNya sebagai rasa Syukurku kepadaNya.

Cinta itu benar-benar telah membuatku gemar melakukan apa-apa yang DicintaiNya dan membenci apa-apa yang DibenciNya, sehingga bersemangatlah aku untuk membuktikan Cinta itu dengan menerapkan apa yang dicintaiNya dan memenuhi kewajibanku kepadaNya serta membatasi diri dari apa yang DibenciNya, seperti seorang kekasih yang senang menyatakan perasaan cintanya kepada kekasihnya di dalam segala aktifitasnya dan berusaha menjaga cinta kekasihnya. Sehingga, bertekadlah diri ini dalam melaksanakan setiap perkerjaannya untuk bertuju kepadaNya.

Yaa Allah, aku melaksanakan ini karenaMu, karena aku MencintaiMu. Maka Ridhailah aku...

Barakallahu fii Kum ya Akhii ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar